Tak terdengar tangis tak terdengar tawa..Redalah reda …
Waktu terus bergulir..Semuanya mesti terjadi..
Daun-daun berguguran. Tunas-tunas muda bersemi
-iwan fals, satu-satu-
Siapa yang berhak menentukan seseorang benar - benar ASTACALA atau bukan ? PR kah ? Badan diklat kah ? sidang anggota muda kah ? pendidikan dasar kah ? atau tanda tangan ketua ASTACALA ....? karena pertanyaan ini yang sontak memukul ketika selembar surat pengunduran diri ada ditanganku.
-------
"Kak, sibuk ga?", begitu sapaan yang mengejutkanku di kamar samping yang kita sebut gua selarong ini. pertanyaan ini juga yang sering kudapatkan sejak maret lalu, entah bagaimana caranya orang yang bukan siapa - siapa tiba- tiba jadi tampak begitu sibuk hanya karena selembar surat keputusan pengangkatan ketua ASTACALA disahkan. entahlah. yang jelas saat itu pasti aku tak begitu sibuk kecuali menikmati kepala yang nyut - nyutan sejak siang tadi.
"Haa ya, Ada apa?", jawabku sekenanya, ternyata adikku yang membangunkan saat itu. "Ini", lalu diserahkannya amplop putih itu, yang sebelumnya sudah kubaca isinya dan kukembalikan lagi pada yang memberikan, seraya kuminta yang bersangkutan memberikannya langsung. mungkin sejak saat pagi itu migrain ku kambuh.
Lalu kubuka saja amplob itu, mencoba membaca isi yang sudah kuhafal apa kalimatnya, mencoba untuk tampak membaca meski mataku menolaknya. Lalu kutarik saja nafas panjang, mungkin mencoba untuk melepaskan energi kekecewaan yang teramat sangat sudah kutahankankan entah berapa lama, atau menahan sisa pertanyaan " mengapa" yang tak akan terjawab hingga sang waktu menginginkannya.
"hmm..apa ini maksudnya?", ucapku. "aku mau mengundurkan diri", jawabnya. lalu episode lain percakapan tak ada arti menyapa kami, meninggalkan buih yang akan hilang digulung ombak waktu.
"Begini, surat ini kukembalikan. tolong dipikirkan dulu, paling tidak semiggu ini. Kepalaku sedang sakit banget sekarang, lagi banyak masalah juga, benar - benar ga bisa mikir apa - apa. LEbih baik kita tenangkan hati dulu, nti ko udah agak dingin baru ngobrol lagi. bagaimana ?", ucapku mencoba menawarkan tawaran yang pasti hambar untuk nya.
"Besok kan sudah pembukaan pendas. aku ga bisa membuka sesuatu yang ga bisa aku selesaikan", jawabnya.
"Siapa bilang kamu belum membuka atau memulai?", jawabku.
....
....
"Hmm..ok maaf, ga usah dilanjutkan. surat ini kuterima dulu, nti kukabari lagi".
Lalu dia pergi meninggalkan ku dan sebuah ingatan, "ah, aku blum ashar. pantas saja", ucapku dalam hati.
...
...
...
Dan malam ini, jam dinding yang terbalik diruang ini menunjukan waktu 23.55, 1 desember 2007. Kami sudah berdiskusi hampir 4 jam lebih, ya..tapi tetap saja ia tak ada arti. Dan kutandatangani juga lembar putih ini, yang dihiasi baris tinta merah ASTACALA dan deretan kata berbunyi SURAT KEPUTUSAN Tentang PENGUNDURAN DIRI ANGGOTA. Tak pernah ku sanggka akhirnya akan kutandatangai juga surat macam ini. Pun tak pernah terpikirkan menerima bet nomor anggota , lambang dan slayer merah ASTACALA.
"akh..bahkan warnya nya pun belum lagi pudar adik ku.. mengapa ?" ucapku dalam hati. Tapi memang sebenarnya kita tidak punya hak mempertanyakan fakta yang sudah terjadi, toh memang bumi ini berputar diatas kesenjangan fakta dan harapan.
Aku terlempar sejenak pada saat - saat di beberapa tahun lalu, teringat mushaf kecil yang sempat kutitipkan padanya, diantara kesunyian malam gelap PENDIDIKAN DASAR ASTACALA 14. Mushaf kecil yang sebelumnya menemaniku dalam setiap perjalanan diwaktu yang lalu dan memberiku kekuatan untuk kembali berjalan esok hari. Waktu itu, kuharapkan ia mampu menjadi penawar sepi dan keraguan, seperti yang juga kurasakan. "jadikan sebagai penawar hati", ucapku malam itu. Tapi lalu ia kau tinggalkan hampir basah dalam carrier penuh lumpur ini, hingga akhirnya kutemukan. "ah, tidak apa - apa", ucapku mencoba meredam dalam hati.
Tapi siapa sangka,bertahun - tahun sesudahnya kau lakukan ini dengan ASTACALA ? dan memang, kalimat "ah, tidak apa - apa" itu tak sanggup lagi kuucapkan, karena memang ASTACALA bukan milikku saja, tidak seperti mushaf itu.
Aku seharusnya patah hati, tapi bahkan rasa sakit ini tak terasa sedikitpun. mungkin memang karena ia sudah kebas. Mungkin aku terlalu lama merenung dalam dinginnya gelap malam. Kini saat nya untuk menyalakan lagi api didepan bivak ini.
Dan, mulai saat ini kau memang bukan saudara ASTACALA ku lagi. Mudah-mudahan Allah meridhoi semua ini .. Dan tak pernah memutus tali silaturahim kita.
Selamat tinggal adikku, AM - 001 - MP.
ASTACALA !!!!