Valborgsmässoafton atau Valborg adalah istilah yang digunakan bangsa Swedia untuk festival menyambut datangnya musim semi. Festival ini umumnya juga diadakan di negara-negara bagian barat dan utara eropa, seperti Jerman, Finlandia, Estonia, Swedia, dll ketika saljut sudah mencair dengan puncaknya menyalakan api unggun besar (bonfire).
Cerita rakyat menyebutkan, tradisi menyalakan api unggun besar ini mengkonfirmasi tradisi paskah khas swedia dan Finlandia yang jatuh seminggu sebelumnya. Tradisi ini katanya berakar dari dongeng – dongeng dimasa pagan dimana penyihir (påskkärringar) terbang dan datang ke desa – desa, mengganggu orang - orang. Nah, api unggun besar dihidupkan untuk menakut-natkuti penyihir-penyihir itu sehingga tepat sebelum Paskah mereka dipaksa kembali ke gunung Blakulla di selatan, yang dipercaya berada di Jerman.
Påskkärringar |
Saat ini, pada hari itu kamis (Maundy / Scarlett Thursday) atau sabtu sebelum Paskah itu, anak - anak kecil di Swedia biasanya akan meminta berdandan seperti penyihir, berpakaian tradisional compang camping, rok dan syal di kepala, lengkap dengan riasan wajah dan sapunya, lalu berkeliling ke rumah - rumah. Biasanya pada hari itu, orang-orang sudah menyiapkan permen coklat untuk diberikan pada penyihir-penyihir kecil yang mengetok pintu rumah mereka. Kalau aku ingat-ingat, ini mirip sekali seperti tradisi Haloween yang dilakukan anak-anak di Amerika sana, hanya bedanya di Swedia dan negara-negara skandinavia hal ini dilakukan menjelang hari Paskah. Juga aku teringat kebiasaan di Indonesia, well at least sewaktu aku kecil. "Menambang", begitulah istilahku dan kawan-kawan semasa kecil dulu, tentang tradisi "bersilahturahim" keliling rumah-rumah bersama kawan-kawan pada siang hari setelah shalat Idul fitri, lalu diberi uang recehan, umumnya 1000 hingga 500 rupiah.
Catatan lain menyebutkan, tradisi ini berasal dari pesta Walpurgis Nacht yang dilakukan di Jerman untuk memperingati Walburga, seorang pastor yang hidup pada abad ke-8. Selain alasan diatas, ada juga yang mengatakan ini sebenarnya dilakukan terutama untuk mengusir hewan pemangsa, sebelum warga mulai melepas dan mengembalakan ternak mereka setelah musim dingin yang panjang. Selain itu, pada masa-masa abad pertengahan ketika tradisi ini dimulai, akhir April adalah perayaan tutup buku akhir tahun oleh para pedagang dan pengrajin, dan juga adalah saat ketika rapat desa tahunan diadakan dan menandai mulainya musim panen.
Masyarakat swedia merayakan Valborg pada hari terakhir di bulan April atau yang disebut Sista April, dengan berkumpul disekitar Majbrasor / May Fire ini dan menyanyikan lagu trasional tentang musim semi. Salah satu lagu tradisional yang popular seperti Vintern Rasat, yang berarti musim dingin sudah berakhir. Para pelajar dan mahasiswa di universitas yang sudah tua di swedia juga punya tradisi sendiri untuk memeriahkan Valborg, semacam Lund University, Upsalla, atau Chalmers. Umumnya mereka mengadakan karnaval bertepatan pada hari itu. Namun uniknya, mahasiswa di Upsalla bahkan lebih gokil lagi, karena selain mengadakan karnaval yang mengambil rute di sungai, mereka juga mengadakan acara konser sehari-semalam, yang berarti party and get drunk all night long in the park!
Hari itu, aku, Yose, dan Eric sepakat untuk melihat pesta Valborg di Skansen, sebuah kebun binatang dan musium terbuka terbesar didunia yang ada di tengah kota Stockholm, atau tepatnya di pulau Djurgården. Ada beberapa spot lain di Stockholm yang katanya akan ada bonfire, dan kami tak tau pasti mana yang lebih besar. Rizal sempat mengajak untuk melihat bonfire yang didepan kungligaslottet / Royal Palace saja, tapi tawaran itu kami tolak. Selain Yose belum pernah ke Skansen, karena kami akan bisa melihat sunset kota Stockholm dari atas bukit Skansen, yang sepertinya jauh lebih menarik. Yose memberi tau, bahwa setelah pukul 4 sore, Skansen akan dibuka untuk umum, sehingga kami tidak perlu membayar tiket masuk seharga 80 kr, atau sekitar 130 ribu, yang cukup mahal untuk kantong mahasiswa bokek sepertiku. Jadilah akhirnya kami bertemu di Kungsträdgården (Taman Raja) sore itu. Kebetulan bunga Cherry Blossom atau sakura di Kungsträdgården sedang bagus-bagusnya: baru mulai bermekaran berwarna merah jambu cerah, dan juga ada Japan festival pada hari itu disana. Kombinasi fakta sakura hanya mekar selama 2 minggu, Japan Festival dan berhubung pergerakanku sehari-hari hanya seputar kampus dan kamar, membuat kesempatan ini menjadi yang tidak bisa kulewatkan, sehingga cukup banyak yang dilihat-lihat sembari menunggu yang lain datang.
Puas berkeliling di Kungsträdgården, kami naik trem ke arah Djurgården dan turun satu stasiun lebih awal untuk berjalan-jalan di sekitar taman sebelum menuju Skansen, menikmati sore hari melewati danau dan laut yang memecah Stockholm menjadi pulau – pulau, layaknya Venice. Ya, Venice of the North. That’s what they say about Stockholm. Sesampainya di Skansen, hari masih terang, sehingga kami punya cukup banyak waktu untuk dilewatkan di dalam area yang memang cukup luas itu, dari melihat bangunan khas skandinavia dari jaman nomaden hingga abad pertengahan, sampai hewan - hewan khas skandinavia yang..well, sudah mulai mengantuk karena hari sudah sore. Menurut informasi, api unggun baru dinyalakan saat matahari mulai terbenam dan langit mulai gelap, yaitu sekitar pukul 08.30 malam. Pada saat - saat seperti ini, Stockholm dan kota - kota di sekitar skandinavia memang sudah mulai memasuki masa white night, yaitu ketika gelap malam berangsur-angsur menjadi singkat sedangkan siang / terang berangsur – angsur menjadi lebih lama.
Sore itu angin berhembus cukup kencang, apalagi kami berada di puncak bukit diatas Skansen. Aku dan Eric belum makan sejak siang dan akhirnya kami membeli Swedish Köttbullar di restoran Skansen, sedangkan Yose ingin berkeliling - keliling lagi, karena dia belum pernah ke Skansen sebelumnya. Walaupun harga sepiring kottbullar cukup mahal untuk kantong mahasiswaku, tapi apa boleh buat, perut ini sudah sangat lapar. Lagi pula, aku belum pernah mencicipi Köttbullar sebelumnya, dan Köttbullar kali ini tidak seperti yang umumnya dijual ditempat lain, karena tidak ada campuran daging babinya. Köttbullar atau bakso di swedia berbeda dari bakso yang kita kenal di Indonesia, orang swedia makan bakso ini tanpa kuah, tapi dengan saus selai merah (yang biasanya untuk roti), kentang bulat kecil-kecil yang dibakar, dan sayur-sayuran. Setelah antri cukup lama mendapatkan Köttbullar masing-masing dan mengambil sebanyak mungkin roti yang kebetulan gratis :> aku dan Eric memutuskan untuk makan diluar karena di dalam tempat makan itu sudah begitu ramai, selain itu kami juga ingin mencari tempat strategis untuk menyaksikan api unggun nanti.
Lama menunggu, api unggun belum juga dinyalakan. Paduan suara pelajar juga masih terus bernyanyi di atas panggung, dan lalu ada pidato yang sepertinya dari pejabat setempat yang cukup lama. Orang - orang yang kedinginan berulang kali memberi tepuk tangan cukup meriah pada si Bapak yang sedang berpidato itu, sebenarnya menyindir supaya segera menyelesaikan pidatonya, agar api unggun bisa dihidupkan..haha. Kulihat tumpukan kayu tinggi sudah disiapkan tak jauh dari panggung di atas bukit Skansen. Dari atas bukit ini, aku bisa melihat kota Stockholm di kejauhan, terutama bangunan - bangunan tua di Gamla Stan dan dermaga Skeppsbron di depannya, Ericson Globe, laut dan danau yang mengitari kota dan matahari yang berangsur-angsur lambat kembali keperaduannya, membentuk siluet misterius menara Stockholms stadshus (Stockholm City Hall) dari kejauhan.
Ketika duduk menikmati Köttbullar masing – masing, kami kompak berkomentar garing, "dingin juga ya?", mengkonfirmasi fakta bahwa kami salah kostum. Kami dengan begitu PD nya hanya memakai sweater di sore itu. Orang swedia memang sudah cukup hafal kharakteristik cuaca negeri mereka, sehingga mereka berpakaian cukup lengkap sore itu, seperti layaknya pakaian autumn, tidak terpancing walaupun siang tadi matahari bersinar cukup terang dan menghangatkan udara. Sambil menggigil kedinginan menghabiskan Köttbullar itu, kami -dengan lutut yang terus bergoyang- hanya bisa tertawa-tawa melihat ternyata ada yang salah kostum lebih parah dari kami (tidak membawa jaket atau bahkan pakai celana pendek), dan umumnya memang orang asia :D Sehubungan dengan pakaian, masyarakat Swedia punya filosofi ampuh menghadapi cuaca yang ekstrem di negri mereka ini: "Tidak ada cuaca buruk, yang ada hanyalah pilihan pakaian yang buruk". Dan tampaknya aku sangat setuju betul dengan kalimat itu, terutama saat ini. Who can exactly predict what mother nature would do?
Dan tepat pukul 09.30 yang ditungu-tunggu datang juga, akhirnya dinyalakan juga api unggun besar itu. Sebenarnya ini hal yang biasa saja untukku, hanya api unggun, cuma yang menjadi unik bagiku adalah ketika melihat bagaimana masyarakat swedia yang umumnya membawa keluarga, istri dan anak-anak mereka, berkumpul disana sambil sedikit bersandung lagu tradisional dalam bahasa Swedia yang masih belum kumengerti, yang aku tau sebagai ungkapan syukur dan harapan mereka akan datangnya musim semi setelah hampir setengah tahun berada dibawah salju yang dingin, dan gelap panjang. Mungkin kulit asiaku yang baru merasakan bagaimana kerasnya musim dingin Swedia belum terlalu bisa menghayati bagaimana rasa syukur datangnya musim semi ini. Hari itu udara memang masih terasa begitu dingin bagiku dan kenyataannya salju masih turun sekali lagi beberapa hari kemudian. Bayangan badai, sayatan silet terasa di wajah ketika diterpa angin dingin, atau bagaimana kepala yang rasanya mau meledak hingga hidung meler, telinga berdenging dan tangan kebas masih jelas terasa di otak ini.
Well, alhamdulillah that sad and hard time is over now..
Vintern Rasat! musim dingin sudah berakhir!
Hip hip, HURA..HURA..HURAAA!!!
Vintern Rasat
Vintern rasat ut bland våra fjällar,
drivans blommor smälta ned och dö.
Himlen ler i vårens ljusa kvällar,
solen kysser liv i skog och sjö.
Snart är sommarn här i purpurvågor,
guldbelagda,
azurskiftande
ligga ängarne i dagens lågor,
och i lunden dansa källorne.
Ja, jag kommer!
Hälsen, glada vindar,
ut till landet, ut till fåglarne,
att jag älskar dem, till björk och lindar,
sjö och berg,
jag vill dem återse,
se dem än som i min barndoms
stunder
följa bäckens dans till klarnad sjö,
trastens sång i furuskogens lunder,
vattenfågelns lek kring fjärd och ö.
Sumber: