Aku sedang duduk di taman di depan Sergeltorg saat itu, menikmati langit sore musim panas Stockholm bersama burung - burung camar yang terbang dengan ribut di langit sana, ketika segerombolan anak - anak SMA yang baru lulus datang dengan hebohnya. Dan akhirnya kuniatkan untuk menuliskannya, saat mendengarkan lagi diskusi tentang contek masal di Ujian nasional yang terjadi beberapa saat lalu, teringat janji untuk menceritakan hal yang sama yang kulihat di Swedia.
Bukan tentang kejadian contek masal tentunya, tapi tentang bagaimana masyarakat Swedia menyikapi hal yang sama: ujian dan kelulusan dari sekolah, dalam sebuah tradisi yang cukup tua, dalam sistem pendidikan dan masyarakat mereka. Saat ini biarlah aku ceritakan cerita itu, agar ia tidak selalu berdengung dalam kepala ini. Mudah – mudahan kita menjadi orang – orang yang selalu belajar, untuk Indonesia yang lebih baik.
Studentmössa.
Membicarakan tentang kelulusan SMA di Swedia tidak lengkap tanpa lebih dulu bicara tentang “Studentmössa” atau student cap. Ini mirip seperti Harry Potter dengan topi dan jubah penyihir khas asrama Griffindor Hogwarts-nya, atau mungkin jas almamater di universitas di Indonesia. Namun, di negara - negara skandinavia (Norwegia, Swedia, Denmark, Finlandia), Rusia dan Jerman dan beberapa negara lain, hal ini adalah berupa topi khusus, baik siswa di sekolah maupun mahasiswa di perguruan tinggi.
Di Swedia, "studentmössa" ini berwarna putih, mirip seperti topi polisi, menunjukan identitas sebagai pelajar dan almamater. Topi ini memang tidak gratis diberikan dari student union, harganyapun cukup mahal, berkisar 500 kr atau sekitar 700 IDR. Dan mirip seperti tanda pengenal asrama di Hogwarts, di "studentmössa" juga ada lambang sekolah, dan pita berwarna khusus yang menunjukan bidang studi masing - masing. Biasanya studentmössa dipakai saat musim panas hingga musim gugur, terutama ketika acara Valborg, wisuda, atau kegiatan - kegiatan pelajar lainnya.
Budaya memakai topi ini sendiri sudah ada sejak abad ke-18, dimulai dari mahasiswa Uppsala University yang memakainya ketika acara Scandinavian student meeting di Copenhagen tahun 1845. Setelah itu mahasiswa di Lund University pun membuat "studentmössa" mereka dan mulailah sejak saat itu, pelajar di universitas dan sekolah di skandinavia lain ikut membuat "studentmössa" versi sekolah masing - masing.
Sistem pendidikan
Di Swedia, hanya ada 3 tingkat pendidikan, yaitu “Grundskolan” atau setingkat gabungan SD dan SMP (primary school), “Gymnasiet” atau setingkat SMA (upper-secondary school), dan "Universitet och Högskolor" yaitu setingkat universitas atau sekolah tinggi. Siswa yang sedang menjalani pendiikan selain tingkat Universitet / Högskolor disebut "Elever" (murid), dan ketika lulus di SMA atau disebut “tagit studenten”, mereka bisa mendapat predikat "candidate", dan baru setelah diterima di Universitet / Högskolor, barulah bisa disebut sebagai "student".
Hingga tahun 1968, di Swedia juga berlaku mekanisme dimana setiap siswa harus melewati dan lulus dari ujian akhir sebelum bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, layaknya ujian nasional di Indonesia. Sehingga sudah ada budaya untuk berpesta setelah pengumuman kelulusan. Namun ujian nasional ini dihapus setelah tahun 1968, dan diganti dengan “avgångsbetyg”, yaitu semacam sertifikat yang berisi semua data hasil ujian-ujian selama masa sekolah, dan kelulusan dihitung berdasarkan "overall score" dari nilai - nilai tersebut.
Dan uniknya, nilai ini juga yang digunakan untuk mendaftar perguruan tinggi di Swedia. Sehingga di Swedia, tidak saja tidak ada mekanisme ujian nasional, tapi juga tidak ada mekanisme ujian masuk perguruan tinggi, berikut kepanikan orang tua dan guru, segala kehebohan pengamanan soal ujian, dsb. Hal ini menurutku tidak saja lebih efisien dan menghemat biaya, tapi juga memaksa pemerintah untuk lebih berfokus untuk menjaga kualitas pendidikan di setiap sekolah yang ada dan selalu melakukan evaluasi selama proses belajar, bukan memvonis diakhir.
Hari Kelulusan
Bicara kelulusan, tidak lengkap tanpa bicara tentang wisuda. Di Swedia, wisuda juga dilakukan ketika menamatkan SMA. Namun "Studenten" atau prosesi kelulusan dari SMA tidak hanya dimulai saat wisuda, tapi sudah dimulai dari pagi hari pada hari H acara kelulusan itu. Biasanya akan ada sarapan bersama dengan segelas sampage, which is not common, lalu berangkat ke sekolah untuk terakhir kali, mengikuti wisuda. Siswa yang akan lulus ini biasanya berpakaian semi formal, dimana siswa putri memakai white skirt, dan siswa putra memakai jas dan dasi. Dan yang unik adalah mereka semua akan memakai "studentmössa".
Sama seperti prosesi wisuda di universitas di Indonesia, siswa SMA yang baru lulus ini akan diberikan sertifikat “avgångsbetyg”-nya masing – masing, biasanya diberikan oleh kepala sekolah. Hanya bedanya, di Swedia ada yang disebut dengan "utspringet", yaitu momen ketika ujian akhir selesai, dan pintu dibukan lalu para peserta ujian berlari keluar menuju orang tua yag menunggu di luar. Meskipun tidak ada lagi ujian akhir, tradisi ini tetap dijaga, dan sebagai gantinya para orang tua, keluarga dan kawan - kawan akan menunggu di luar saat prosesi wisuda itu. Biasanya mereka tidak hanya membawa bunga tapi juga poster anak mereka. Uniknya ini bukan hanya poster biasa, tapi juga balon dan….poster itu bergambar anak mereka ketika masih bayi atau kanak - kanak.
Pada hari itu juga anak - anak yang baru lulus akan menandatangani bagian dalam "studentmössa" masing-masing, menyisipkan ucapan perpisahan dan saling mendoakan untuk rencana di masa depan. Mungkin hampir mirip dengan budaya coret - coret baju seragam di Indonesia, tapi di Swedia budaya coret - coret ini dilakukan di "studentmössa" masing - masing, karena mereka tidak punya baju seragam sekolah. Dan bedanya lagi, "studentmössa" yang dicoret adalah bagian dalam, dan biasanya mereka tetap menyimpan "studentmössa" masing - masing sebagai kenang - kenangan.
Studentsången and Tar studenten
Di Swedia dan negara skandinavia, lulus SMA adalah hal yang penting dan besar. Bahkan ada lagu nasional khusus untuk ini, atau disebut "studentsången". Lagu ini menurut sejarah di ciptakan oleh Prince Gustaf (Frans Gustaf Oscar) dan kawannya, Herman Sätherberg, sehingga ia disebut juga sebagai “sångarprinsen” (The singer prince). Lagu ini pertama kali dinyanyikan tahun 1852, dan mulai sejak saat itu, selalu dinyanyikan saat acara Valborg dan wisuda kelulusan.
Nah, setelah "utspringet" inilah pesta dimulai, atau yang disebut “Tar studenten”, atau “russefeiring”/"russ" di Norway, atau "penkkarit" di Finlandia, atau "studenterfester" di Denmark. Biasanya anak-anak SMA yang baru lulus ini sudah menyiapkan party ini beberapa hari sebelumnya. Lima hal menggambarkan apa itu “Tar studenten”:
1. Bunch of high school graduates
2. Loud sound system,
3. A lot of beer,
4. Trees (?!),
5. Poster,
6. Truck,
Truck? ya Truck…mereka akan keliling kota diatas truk besar.. and yep, untuk berpesta! Mungkin hampir sama seperti kebiasaan anak - anak SMA di Indonesia yang naik motor beramai - ramai dengan baju dicoret, hanya sedikit beda versi. Di Swedia, untuk menyatakan pada dunia bahwa akhirnya saya lulus atau "ta studente" dan saya begitu gembira, adalah dengan naik ke atas truk, yang disewa khusus untuk berkeliling kota, lengkap diatasnya dengan balon, hiasan ranting - ranting pohon, sound-system dan bir. Sambil bernyanyi keras - keras “För vi har tagit studenten, fy fan vad vi är bra!" (For we have graduated, god damn we're good!). well, it's loud mobile party on the street!
Foto diambil dari sini
And yep, di negara skandinavia, bernyanyi, berpesta, dan menghidupkan musik keras - keras di jalanan utama saat “studenten”, tidak akan ditangkap polisi. Dan juga tidak perlu khawatir, tidak ada aksi kekerasan atau tawuran pada saat - saat itu, walaupun hampir pasti ada beberapa truk yang berparade pada saat - saat bersamaan di jalan - jalan, terutama di jalan - jalan utama. Aku pernah membaca, moment “Tar studenten” ini bahkan menjadi salah satu hal yang yang tidak boleh dilewatkan ketika berada Stockholm di musim panas. Bahkan tour guide - tour guide menunjukan ini sebagai salah satu highlights pada turis yang mereka bawa. This is one of Sweden’s bizarre traditions!
Some of the video of Tar studenten
Resepsi
Tradisi resepsi bersama yang resmi, seperti prom night di sekolah - sekolah di Amerika juga ada di Swedia, disebut juga “Studentbalen” dan biasanya di-organize oleh student union masing – masing, di akhir bulan Mei atau Juni. Bedanya, tidak ada pemilihan prom king dan prom queen. Namun yang unik tentang momen kelulusan di Swedia bukan prom night ini, tapi pesta yang lebih kecil, yang diadakan oleh keluarga masing - masing. Pesta ini biasanya diadakan saat sore/malam hari, setelah pesta truk berjalan saat hari kelulusan tadi, yang normalnya akan selesai siang/sore hari.
Sampai disini, mungkin setelah membaca cerita diatas, banyak dari kita menganggap hal - hal diatas sedikit berlebihan dan bertanya mengapa begitu banyaknya pesta, rumit dan pentingnya momen kelulusan seorang anak dari SMA ini? Di Indonesia, momen kelulusan yang dianggap "cukup" penting untuk dirayakan biasanya ketika seorang anak menyelesaikan kuliah dari perguruan tinggi. Lalu juga mengapa di Swedia, momen ini dimulai sedikit lebih cepat, yaitu ketika seorang anak menyelesaikan masa SMAnya?
Nah mari kita mulai menarik benang merah dari resepsi keluarga tadi, untuk memahami budaya yang sedikit berbeda ini.
Kebetulan di sebuah sore yang hangat di awal bulan mei lalu, aku diundang untuk menghadiri resepsi kelulusan Adam, anak semata wayang seorang kenalan di Swedia. Ibunya adalah seorang Indonesia, mba Anie, dan ayahnya berkebangsaan Swedia. Aku datang dengan Vira sore itu, seorang kawan sesama mahasiswa di Stockholm, sambil mencari - cari rumah yang kami tak tau nomornya, dan mba Anie tidak bisa dihubungi, karena sedang begitu sibuknya di dapur dan melayani tamu yang hadir.
Setelah berjalan, celingak - celinguk, akhirnya kami mendengar suara ramai dari taman samping disebuah rumah. Tapi aku dan Vira tidak begitu yakin apakah ini rumah Mba Anie yang dimaksud atau bukan. Sedikit ragu, jangan - jangan ini pesta ulang tahun anak kecil, karena di depan rumah dipasang poster besar seorang anak lengkap dengan balon - balonnya. Waktu itu, aku belum ngeh, di Swedia, foto yang dipasang ketika seorang anak lulus sekolah adalah foto nya saat masih kecil. Kebetulan 3 orang anak muda sedang duduk-duduk di taman di depan rumah itu, dan ketika melihat kami celingak-celinguk, ia berkata, ya ya.. it’s adam's party! Dalam bahasa Swedia, lalu Vira meyakinkan lagi dengan bertanya apakah ini rumah mba Anie, karena kami tak tau nama anaknya Adam dan tidak mau salah masuk pesta orang lain :p
Ternyata setelah berada didalam dan berkenalan, barulah aku tau, ternyata Adam adalah salah satu anak muda yang duduk di depan tadi bersama kawannya. Sekitar 30 orang datang waktu itu, dan lebih banyak teman dari orang tua Adam, sedangkan kawan - kawan Adam sendiri kulihat hanya 3-4 orang. Aku bahkan bertemu dan berkenalan dengan tante Euis Darliah, penyanyi terkenal Indonesia di tahun 80an. Memang sudah lazim, keluarga akan menyiapkan resepsi makan malam bersama ketika seorang anak lulus SMA, dan yang diundang biasanya kerabat dekat dan kenalan orang tua. Anak - anak yang lulus juga kadang saling mendatangi resepsi keluarga masing - masing, namun tidak banyak, karena keluarga mereka masing - masing juga mengadakan resepsi di hari yang sama, mungkin ada beberapa yang mengadakan resepsi keesokan hari setelah hari kelulusan, sehingga bisa saling mendatangi resepsi masing - masing.
Pada acara resepsi keluarga tadi, seperti budaya, tamu yang datang membawa kartu atau kado untuk anak yang baru lulus, sebagai ucapan selamat atas kelulusan dan kesuksesan untuk menjalankan rencana selanjutnya (melanjutkan kuliah atau langsung bekerja). Pada resepsi ini, orang tua akan berbicara singkat di depan tamu yang datang, menyampaikan cerita tentang anak mereka, mulai dari masa lahir hingga besar, saat baru masuk sekolah hingga kelulusannya, juga harapan - harapan mereka di masa depan. Setelah orang tua selesai berbicara, anak mereka yang baru lulus juga akan berbicara. Biasanya pidato singkat ini akan berisi kesan dan kesan, ucapan terimakasih pada tamu yang hadir dan khususnya pada orang tua mereka, serta meminta doa untuk rencana yang akan dilakukan setelah lulus. Tak ketinggalan, kado dan kartu yang diberikan saat resepsi akan dibuka dan dibacakan di depan para tamu. Nah, terkadang anak yang baru lulus atau keluarganya, lalu akan mengirimkan semacam "thank you card" pada tamu yang sudah hadir pada resepsi keluarga itu. Kartu ini biasanya berisi gambar sianak ketika acara wisuda.
Kembali mengenai pidato, biasanya sesi pidato ini akan menjadi momen yang sedikit melow, karena pada saat itu seorang anak secara budaya dan norma masyarakat, resmi lepas dari orang tuanya. Secara hukum Swedia-pun, seorang anak lepas dari tanggung jawab orang-tuanya saat ia berumur 18 tahun, dimana pada saat itu negara berhenti memberikan tunjangan anak pada orang tua, yang diberikan setiap bulan. Di Swedia, yang termasuk negara dengan pajak tertinggi, tunjangan anak ini diambil dari pajak, terutama pajak pendapatan. Tunjangan ini dialokasikan untuk setiap anak yang lahir di Swedia, baik warga negara Swedia atau tidak, untuk membiayai kebutuhan hidupnya, dan besarnya kabarnya sekitar 1000 kr/bulan.
Karena di Swedia, orang tua tidak perlu membayar biaya pendidikan anak-anaknya, banyak dari orang tua ini tidak membelanjakan uang tunjangan anak ini untuk kebutuhan anak mereka, tapi menyimpan/mendepositokannya. Cukup lazim uang simpanan ini akan diberikan pada hari kelulusan itu sebagai hadiah bagi anak mereka, dan juga sebagai simbol bahwa mulai saat itu mereka sudah resmi lepas dari orang tuanya dan bertanggung jawab untuk hidupnya sendiri. Aku baru memahami kalimat mba Anie, ketika menyampaikan pidato dalam bahasa Swedia ketika mengatakan joke “Now Adam has to pay his own bill on the table” dan disambut tawa tamu yang hadir, setelah membaca mengenai hal ini.
Sehingga sudah umum di masyarakat Swedia, anak - anak yang baru lulus akan menggunakan uang yang mereka dapat ketika hari kelulusan, yang sangat – sangat banyak itu, sebagai modal hidup mereka ketika kuliah dan seterusnya. Kadang, beberapa mengambil jeda 6 bulan hingga 1 tahun sebelum melanjukan kuliah, biasanya untuk bekerja atau travelling. Sehingga tidak perlu heran mengapa kelulusan tingkat SMA di Swedia begitu dirayakan dan penting tidak saja bagi anak yang lulus, tapi juga bagi orang tua dan masyarakat.
So, kembali ke contek masal… aku jadi berpikir bagaimana masalah contek masal di ujian nasional di Indonesia dan segala kehebohan nya bisa muncul? bagaimana kita harus menyikapinya? Mungkin akar masalahnya tidak hanya tentang ujain nasional.. Mungkin dari cerita tentang studentmössa, avgångsbetyg, utsprånget, studentsången, tar studenten diatas bisa kita mengambil sedikit ibrahnya, ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk, mari kita pikirkan masing – masing.
Referensi:
Referensi:
http://www.misi.se/blog/2011/05/24/the-native-studenten-graduation-from-upper-secondary-school/
http://answers.yahoo.com/question/index?qid=20090228114252AAZUBCq
http://www.thelocal.se/7532/20070607/