Jangan menangis lagi

Aku rasakan bahwa aku begitu membencimu. Hingga ingin ku membunuhmu saja agar tak ada yang bisa memilikimu kecuali hatiku yang kamu bawa bersama angin. Melebur dalam sunyinya malam ini. Kehancuran yang ada ketika merasakan kamu dengan nya begitu tak bisa untuk kugambarkan. Bahkan jejak yang ditinggalkannya masih akan tersisa disini, puing - puing berserakan. Entahlah.

Kadang aku juga rasakan, bahwa aku begitu mencintaimu. Layaknya embun yang memuja rumput yang mencoba untuk tumbuh di pangkuan bumi. ketika ku berjalan pulang sore itu menuju rumah yang ku tak tau ada dimana, aku rasakan kesejukan dalam rindu untuk menemuimu. Semilir angin saat itu juga berendah hati untuk menyapa ku, menemani perjalanan yang panjang.

Kegelisahan ini mungkin akan berakhir sekejab. Seketika, seperti waktu aku sadari rasa ini telah datang menerpa jiwaku. Mungkin ia tak akan pernah berakhir hingga aku pulang ke rumah masa depan. Menunggumu dalam pesona rasa sepi dan sendiri. Karena kesunyian ini begitu memabukan seperti anggur yang dikecap lidah - lidah yang haus.

Aku ingin menemuimu seperti apa adanya. Tanpa kata - kata yang dirangkul kemunafikan dalam kebohongan demi kebohongan. Tanpa suara yang menyunting riak kebisingan yang memekakan telinga. Aku hanya akan menjumpaimu dalam rangkulan kesedihan jiwaku, menanti hati yang kamu bawa serta bersama bayanganmu.

Apakah yang sedang terjadi dengan ku ? Membiarkan jiwaku mabuk dalam rasa tak menentu. Selalu mencoba bangkitkan sisa kenangan wajahmu. Jika benar ini akan berakhir kelak, lalu mengapa aku begitu bersedih saat ini ? Tak tertahankan, hingga sudah tak mampu lagi kurasakan sakit yang lain selain rasa yang kamu tinggalkan.

Jangan lagi bicara tentang cinta atau benci. Semua itu absurd dalam kesenjangan bumi yang berjalan diatas fakta - fakta tak ideal. Karena kita tak akan pernah mampu mendefenisikan nya sebagai layaknya ia tercipta untuk dirasakan. Biarlah ia hanya cukup didalam hati saja, jangan pernah dibawa serta menemui kemunafikan hidup.

Aku sedang duduk didalam kereta yang berjalan melintas bumi. Melihat siluet hamparan tumbuhan berjalan di sampingku. Ada langit biru gelap diterangi cahaya bulan yang sedikit malu diantara awan - awan malam. Ada rangkaian bintangku diatas sana, menunjuk pada timur. Ingin ku ceritakan tentang meraka padamu, suatu saat nanti ketika kita bicara dalam bahasa yang sama. Ketika kesombongan dan ego tak lagi mendekap jiwa yang lelah. Ketika rasa sakit atau rindu telah begitu menguasai hingga membuncah diantara tingginya gunung - gunung ingatan masa lalu.

Aku hanya akan melihatmu disini. Diam dalam sudut yang tak akan kamu kenali apalagi datangi. Aku berjalan di samping jalanmu, diatas pematang yang kecil dan tak akan pernah kamu jejaki. Jangan menuju padaku, karena ia berlawanan arah dengan mimpi - mimpi mu. Itulah sebabnya kita berpisah saja, sampai disana disaat yang lalu.

Tertawalah bersama angin yang menerpa bumi. Bergembiralah selagi langit masih begitu cerah. Tersenyumlah, hidupmu demikian berarti untukku karena ia mampu membuatku berlari ketika kelelahan menghampiri. Jangan bersedih lagi, karena itu mampu menghancurkan setiap rindu yang kukorbankan untuk kebahagiaan yang ku ingin untuk kamu miliki.

Aku memaafkan setiap dirimu yang menguasaiku. Aku mencoba ikhlaskan setiap rasa yang kamu tinggalkan dan hatiku yang kamu bawa serta. Mungkin memang inilah yang digariskan untuk tak kumiliki. Aku berharap untuk keindahan hidupmu dan kebahagiaan yang menyertainya. Maafkan jugalah jiwaku yang rapuh, ketika ia tak kuasa menahan keinginan untuk menyapamu. Dan ikhlaskanlah setiap kenanganmu yang tak akan kuserahkan pada waktu yang mencoba membawanya pergi. Biarkanlah semua ini tetap disampingku, menemani dalam kesendirian dan kesedihan yang selalu menyertai.