First time "really" using D80 for night shoot (terimakasih mas dedy yang lagi-lagi meminjamkan kamera + tripod kesayangan nya). Kebetulan, kali ini aku mendapat kesempatan mengabadikan momen All Saints Day di stockholm tempo hari, tepatnya di cemetery Skogskyrkogården, salah satu UNESCO world heritage. Pertama kali aku mendengar mengenai All Saints day adalah ketika May-Britt, coordinator program-ku, mengirimkan email bahwa jadwal konsultasi pada hari jumat tanggal 31 oktober ditiadakan karena pada hari tersebut waktu kerja di swedia hanya setengah hari, dalam rangka menyambut All Saints day. Tak lupa, May-Britt juga membubuhkan foto yang indah diatas tanda tangannya, gambar lilin – lilin bertebaran di antara rerumputan dan pepohon.
Masih tidak begitu menyadari artinya email itu, hingga tak disangka malamnya, Yose -seorang rekan juga dari Indonesia- mengajak kami makan malam ayam bakar dan kentang goreng ala Yose dirumahnya, diikuti dengan berkunjung ke pemakaman yang berada di dekat area tempat tinggalnya itu, Skogskyrkogården namanya. “Hunting yo!”, begitulah kira – kira usaha yose meyakinkan kami yang masih malas – malas untuk menerima ajakan keluar malam hari ketempat yang jauh dari pusat kota, terutama karena suhu yang semakin turun saja dari hari ke hari. Keluar dari sore hari dan jalan – jalan di pemakaman hingga malam sepertinya bukan ini menyenangkan. Nah, saat itulah gayung bersambut, ketika Andika -rekan dari Indonesia juga- memberi informasi tentang bagaimana indahnya Skogskyrkogården di hari All Saints day, ketika ia memberi link video ini:
The Woodland Cemetery from Luka on Vimeo.
Jadilah akhirnya, kami, beberapa anak Indonesia yang sedang terdampar di utara ini berebutan untuk melewatkan akhir minggu asik murah meriah ke rumah yose dan Skogskyrkogården. All Saints day lebih kurangnya hampir sama dengan budaya ziarah di masyarakat kita ketika akan masuk bulan ramadhan, hanya saja bedanya di masyarakat western Catholic hari ini jatuh setiap tanggal 1 november, satu hari setelah Holoween day (31 October), lalu esoknya diikuti oleh All Souls Day (2 November).

Walaupun begitu berbedanya hal ini dari keyakinan dan budayaku, mengabadikan momen ini jadi terasa cukup mengharukan, terutama karena begitu membuatku teringat bagaimana rasanya berziarah ke makam orang terdekat, dan juga ketika menyadari bagaimana sangat sensitif dan kehati-hatian yang kurasakan untuk mengambil foto pada momen begitu pribadi seperti ini. Bayangkan saja bagaimana rasanya ketika kita sedang berdoa di makam orang yang kita sayangi, lalu ada orang asing mondar mandir mengambil foto.


Sedikit saran untuk rekan-rekan yang ingin mengabadikan sensitif object / moment... dan juga untuk yang ingin diabadikan gambarnya dalam frame: please..be quite, respect and humble. salam!
0Awesome Comments!