Catatan perjalanan Caving TWKM XVII
Adek Aidi (AM - 018 - KF) *
Persiapan Teknis
Secara umum, persiapan teknis yang kami lakukan adalah persiapan perlengkapan masing-masing divisi. Sapi dan Petong sebagai delegasi Kenal Medan Divisi Rafting, melakukan peminjaman perlengkapan melaui sponsorship (Boogie) dan organisasi independen (YCR / You Can Raft). Pihak Boogie meminjamkan beberapa pelampung dan tak lupa memberikan kaos CREW www.boogieadvindo.com (yang kemudian oleh kawan - kawan disablonkan kata ASTACALA tepat diatas kata CREW nya). Sementara itu, YCR bersedia meminjamkan beberapa paddle dan helm. Terima kasih Boogie dan YCR...
Ayis - yang ikut di Kenal Medan Divisi Rock Climbing- dapat segera melakukan inventarisasi perlengkapan yang dibawa. Dalam hal ini, tidak dilakukan peminjaan dari pihak eksternal karena ASTACALA memiliki inventaris perlengkapan climbing yang cukup.
Berbeda nasib dengan cerita diatas, aku dan Onie yang ikut Kenal Medan Divisi Caving tidak dapat banyak mempersiapkan alat - alat penelusuran goa, karena ASTACALA sendiri belum memiliki inventaris untuk perlengkapan penelusuran goa (terutama SRT Set), juga perlengkapan tersebut masih sulit dicari di bandung (melalui peminjaman). Hal ini karena masih sedikitnya organisasi MAPALA / Pecinta Alam di Bandung yang berkegiatan dan memiliki peralatan penelusuran goa. Untuk langsung membeli sangat tidak mungkin karena minimnya waktu dan kondisi keuangan kami atau organisasi. Oleh karena itu, kami hanya membawa beberapa perlengkapan yang sekiranya bermanfaat. Aku juga sempat meminjam head lamp milik Astaka dan mengamankan sepatu boot hijau Jimbo yang sebelumnya digunakan untuk berkebun (terima kasih banyak bantuan nya.... : )
Jabek, yang ikut Temu Wicara juga sempat melakukan persiapan teknis. Perwakilan ASTACALA (jabek, onie, sapi, petong) hadir pada pertemuan konsolidasi akhir antara MAPALA se JAWA BARAT di Kampus UPI yang dikoordinasikan oleh MAHACITA. Dalam pertemuan dibahas rencana pencalonan PIN ataupun tuan rumah TWKM XVIII oleh MAPALA yang ada di JAWA BARAT. ASTACALA sempat masuk dalam bursa pencalonan tuan rumah TWKM XVIII. Namun, setelah berkoordinasi degan barudak yang ada di sekre hal ini untuk sementara di tolak dulu, mengingat kondisi ASTACALA yang perlu melakukan pembenahan internalisasi sebelum merambah keluar. Selain itu, petong juga sempat mempersiapkan makalah untuk dipresentasikan pada sidang TWKM XVII, namun karena berbagai hal makalah ini tidak sempat diselesaikan sehingga tidak dapat dipresentasikan.
Dalam hal ini, penulis berpendapat ASTACALA mulai dikenal dan dipercayai oleh MAPALA lain khususnya Bandung untuk mendapat amanah. Selain adanya wacana tuan rumah TWKM XVIII tadi, juga terbukti dengan terpilihnya ASTACALA untuk menjadi PID JAWA BARAT pada TWKM XVII tersebut.
Mudah - mudahan hal ini dapat menjadi dexter yang menambah kekuatan fisik dan mental kawan - kawan ASTACALA dalam menempuh perjalan panjang menundukan puncak - puncak kejayaan kepetualangan. Apapun bentuk nya.
Perjalanan
Minggu, 11 Des 2005
Hari itu akan selalu ku kenang sebagai salah satu hari paling kocak yang pernah ku alami dalam hidup. Bagaimana tidak, pagi itu kami team ASTACALA yang akan ikut TWKM XVII sedang terburu – buru untuk packing kebutuhan kami selama berkegiatan. Mulai dari kolor sampai carabiner screw dan helm menunggu untuk dimasukan dalam tasku yang hanya day pack itu. Bagi ku, day pack ini sedang berada dalam fase test drive , maklum baru beli coy…di counter boogie yang ada di sekre sendiri, lumayan discount 20 %.
Ditengah kesibukan kegiatan itu, aku teringat belum mengambil uang kontan untuk saweran kami dan kiriman dari salah satu jendral yang mesti segera di setor ke komandan Jabek. Belum lagi harus ke kos seorang teman untuk menitipkan surat ijin tidak ikut presentasi tugas besar sabtu depan. Segera saja, aku dan Petong -yang kebetulan bernasip sama- meminjam motor mbak Uuth untuk pergi ke ATM di buah batu. Waktu itu waktu menunjukan jam 09.30 lewat artinya waktu yang ada sangat sedikit, karena jam 10 kami harus sudah berangkat ke pool di leuwi panjang. Packingan ku yang yang hampir selesai segera kutinggalkan dan langsung cabut. Sesampainya di sekre yang saat itu rame –kayak kandang– aku langsung menghampiri day pack untuk menyelesaikan packing an yang belum kelar. Beruntung insting ini masih tetap jalan, aku melihat susunan packing – an sudah berubah bentuk, dan -benar saja– didalamnya penuh dengan benda – benda aneh semacam patung budha, payung, dll. Bangsat…pikirku, ini pasti ulah jacky ato kebo ato makhluk usil lainnya yang sekarang membunyikan pluit dan memukul – mukul meja untuk membuat kami panik.
Akhirnya, kami semua sudah selesai dan siap untuk berangkat. Tak lupa berfose dulu di kebun belakang sekre. Saat itu waktu menunjukan jam 10 lewat. Petong -yang menemukan patung budha di carriernya- kembali membuka packing an sambil menyumpahi pelaku…(heheheh…sapa tuh?). Jacky dan Kebo bersedia mengantarkanku dan ayis. Sementara kawan – kawan yang lain naik angkot / ojeg. Sesampainya di pool, ternyata ada juga penumpang yang lain yang belum datang. Aku menghampiri seorang bapak yang sedang duduk dimeja kerja menyampaikan klo teman ku yang lain sedang di jalan. Duduk menunggu, aku membuka buku catatan, mencoba memikirkan apakah ada yang masih belum kelar. Tak lama kemudian datang ayis, petong, sapi dan terakhir onie – jabek.
Di pool itu kami menunggu cukup lama juga. Petong –sekali lagi- menemukan patung budha di carier nya. Akhirnya, patung itu kami tinggalkan saja di pool. Jam 11 lewat, bus itu pun siap berangkat. Kami diberi kue yang langsung saja kami lahap, maklum belum sarapan..Berjalan cukup kencang, bus itu akhirnya berbalik lagi setelah masuk tol. Saat itu hingga bus kembali ke pool, aku tidak berfiirasat apa – apa. Hingga kami menunggu sampai jam 3 siang, aku mulai menghampiri bapak tadi menanyakan bagaimana nasip kami. Akhirnya, dengan raut menyesal beliau mengatakan tidak ada ada harapan lagi dan kami harus mencari alternative angkutan lain. Siaaaal…aku -sambil berusaha menjaga emosi ini- menyampaikan sesalku kenapa hal ini tidak dikatakan dari tadi, karena kami mungkin bisa naik bus ekonomi yang berangkat sekitar jam 2.30 siang. Akhirnya setelah negosiasi, uang kami dikembalikan 100%. Kami diberi info bahwa kami bisa menanti bus ke merak dipintu tol.
Duduk di trotar, kami beberapa kali melewatkan bus ekonomi ke merak. Kami sepakat naik eksekutif karena lewat cipularang, sehingga lebih cepat sampai ke merak. Tapi kemudian lewat juga bus ekonomi yang juga lewat cipularang. Kami pun naik bus ini.
Di dalam bus, aku sempat mengirim sms singkat ke Jimbo dan Oelil menanyakan bagaimana kondisinya di merak kalau kami mau nyebrang. Keduanya langsung reply. memberikan saran yang berbeda. Jabek - yang saat itu menghubungi pak kebo - di sarankan untuk turun dijakarta, nginap di warnet macan kemudian naik pesawat senin pagi. Usul itulah yang akhirnya kami lakukan, karena selain cemas bercampur was – was bagimana starategi kami di merak nanti, kami juga harus tiba di jambi sebelum sore – yang tidak akan mungkin terjadi klo nyambung – nyambung…- , karena lokasi Kenal Medan yang katanya sangaaaaat jauh.
Kejadian ini sungguh mengajarkan kami untuk bereaksi cepat. Bagaimana tidak, waktu itu rencana menggunakan pesawat tidak ada sama sekali di benakku. Artinya, hitung - hitungannya adalah naik ekonomi atau nyambung – nyambung. Alternatif pertama langsung gugur, karena pada saat negosiasi dengan agen agar duit kembali penuh, waktu sudah menunjukan pukul 3 siang lebih. Artinya lagi, bus ekonomi manapun sudah berangkat beberapa saat yang lalu. Alternatif kedua yang bernasip sama akhirnya mengantarkan kami pada the last chance.
Sesampainya di Jakarta, kami turun di depan RS Harapan Kita. Naik mobil ke Kampung Rambutan kemudian ke Lebak bulus –sebelumnya sempat nyasar dulu– akhirnya kami tiba di warnet macan. Saat itu, orang yang dicari sedang tidak ditempat. Setelah meletakan barang bawaan, kami kemudian menuju warung nasi terdekat, memesan makanan yang ada tanpa berpiir tentang harga. Saat itu jam 11 malam lewat, perut ini sudah menjerit minta diisi karena memang belum makan seharian. Akhirnya terjadilah : tagihan kami menunjukan angka 80 ribu lebih..sudahlah, toh ini jatah 3 kali makan... Kembali ke warnet macan, kami langsung saja bebersih dan istirahat karena besoknya harus sudah siap dijemput Bos Otong jam 5 pagi karena kami berencana naik pesawat jam 7.
Senin, 12 Des 2005
Jam 4 pagi itu, aku dan jabek sudah siap tempur. Sambil menunggu Bos Otong dan tak lupa membangunkan anak – anak, aku sempat membuka astacala.org dan login dengan account jabek, menyampaikan kabar terbaru kami di fordis. Sedikit cemas juga, karena Bos Otong yang dari tadi di miss call ga ngangkat telp nya. AKhirnya, jam 6 kurang kami di jemput si Bos dengan mobil vioz baru nya itu…..cieeeee.
Tiba di sukarno Hatta jam 7 lewat, kami membagi tugas : Petong ke Mandala, Sapi dan aku ke Sriwijaya Air, Jabek – Ayis ke ATM untuk ambil uang cash. Saat itu penerbangan terdekat hanya jam 13.30 dengan sriwijaya Air (yang jam 7 baru saja take off..). Harga tiket sewaktu aku tanyakan adalah 330 ribu. Kami kemudian berembuk dulu, karena asumsi awal kami harganya kurang dari 250 ribu. Setelah deal –10 menit kemudian- aku memesan dan kaget, harga tiket tadi sudah menjadi 350 ribu..siaaaaal. Menurut mbak nya, harga ini naik tiap detik sesuai perkembangan pemesanan. Akhirnya kami pun pasrah dan memesaan 6 seat..hik hik hik
Karena jadwal penerbangan yang masih lama, kamipun di ajak ke grogol untuk sarapan oleh si bos, sementara beliau sendiri harus ke kantor sebentar untuk meeting…..Setelah sarapan, kami menunggu di trotoar sambil terbahak – bahak memikirkan kisah kami hingga hari ini. Jam 11.30 lewat yang ditunggu belum juga datang, padahal kami harus boarding pass maksimal jam 12.30. Sms pun dikirimkan..dan tak lama si bos pun nongol.
Di area parkir dan di dalam pesawat kami masih sempat berfose, mengabadikan momen langka ini…kapan – kapannya anak ASTACALA jalan naik pesawat???. Kami tiba di Bandara Sutan Taha jam 14.30. Oh ya, dari Sukarno Hatta kami bareng dengan Cholish, anak UPN Veteran Jogja yang akan ikut Temu Wicara. Dari bandara kami naik 2 kali angkot – style musiknya khas alias keras ngujubileh coy…- kemudian langsung menuju kampus Unja Telanaipura, karena menurut teman jabek kami kumpul di sana dulu. Ternyata disana kami disambut suasana sepi. Kami menuju sekretariat SIGINJAI, dan benar saja : kami hanya menemui 3 orang panitia. Setelah berkenalan sebentar, kami diberi tahu bahwa kami harusnya ke kampus Mendalau. Disanalah kami harus mendaftar kemudian diberangkat ke lokasi. Beruntung ada mobil pick up panitia yang memang berniat ke mendalau untuk mengantar beberapa barang. Akhirnya kami melaju dan tiba 10 menit kemudian kemudian langsung mengurus administrasi dll.
Karena keterlambatan ini, kami melewati pembukaan dan stadium general. Sambil menunggu keberangkatan ke lokasi masing –masing, kami makan dengan nasi bungkus yang diberi panitia. Kami berkenalan dengan kawan – kawan lain yang juga nongkrong di depan aula itu : dari Padang, Makassar, Jakarta, Lampung, dll. Kawan – kawan ITB saat itu juga sedang menunggu seorang teman yang berangkat dengan penerbangan jam 15.30.
Sore itu, peserta setiap divisi sempat briefing dengan panitia. Kami (divisi arum jeram, caving dan panjat tebing) diberitahu untuk sudah bersiap – siap ba’da magrib ini untuk berangkat - dengan bus carter ekonomi - ke Merangin, sementara itu divisi gunung hutan (yang jumlah nya 40 orang lebih / sejumlah 3 divisi lain) di bus terpisah (AC coy…..bikin sirik deeeh).
Kami tiba di Merangin jam 2.30 pagi. Lelah dan mengantuk, kami segera bebersih dan instalasi tempat bobok di aula dinas pariwisata Kabupaten Mendalau itu. Beberapa kawan juga tampak memasang hammock. Sial bagi petong, ketika membuka carrier nya ia menemukan sebuah kipas angin kecil putih ter packing dengan rapi di dalamnya. Sempat shock sebentar, ia akhirnya hati – hati memindahkan barang – barang itu ke carrier sapi supaya tidak terlihat yang lain sewaktu mengambil perlengkapan tidur. AKu teringat pesan Momesh sebelum berangkat ke pool (sebelumnya aku ga ngerti maksudnya), “Dek, jagain Petong ya…nanti mungkin mentalnya kena di sana. Pokoknya kamu jagain yah..”…gilaaaaaaaa
Selasa, 13 Des 2005
Setelah terobati tidur cukup nyenyak, kami segera mandi atau sekedar cuci muka. Pagi ini akan dilakukan upacara pelepasan dengan Bupati Merangin. Gladi bersih yang dipimpin oleh staf pemda cukup kacau, karena anak – anak ogah – ogahan untuk nyanyi lagu Indonesia Raya (kebayang false nya gimana?????). Dengan frustasi, si bapak berkata “Klo di cina nyanyi lagu kebangsaan sambil main – main bisa dihukum gantung..”. Tak lama kemudian, terdengar celetukan kawan dibelakang “Klo di cina, ngomong sambil kumis goyang – goyang bisa dihukum gantung pak…!!! ”. Si Bapak yang memang punya kumis style Hitler itu langsung pergi dengan muka merah. Lama juga menunggu pimpinan upacara kita, yang oleh kawan – kawan dipanggil Bupati Cina. Kami sempat sarapan dan akhirnya jam 10.30 datang juga Wakil Bupati menggantikan, upacara pun dilangsungkan. Dengan serius, kawan – kawan bernyanyi lagu Indonesia Raya (beda banget dengan gladi bersihnya!!!! anak MAPALA getoo lho….). Upacara tidak berlangsung lama dan diakhiri dengan foto bersama.
Sambil menunggu angkutan datang, kami berfose dulu di tepi sungai batang merangin yang ada di depan aula itu. Setelah mobil jeep team Caving datang, kami pun berpamitan dengan kawan – kawan tebing dan sungai. Di mobil yang ukurannya mirip Rover nya Gapoeng itu, kami berhimpit – himpitan 13 orang bersama bahan makanan. Kami memutuskan untuk makan siang nanti, karena baru saja menyantap sarapan yang terlambat datang.
Jalan menuju Sengayau sungguh menakjubkan. Bagaimana tidak, tiap saat kami diguncang oleh lubang yang menganga hingga salah seorang kawan dari jogja sempat nyeletuk “Klo nih jalan disamaain kayak sungai, mungkin udah sama kayak Colorado neh….”. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 6 jam (ditambah aksi dorong mobil juga…..). Mobil yang kami tumpangi ini adalah mobil Departemen Kehutanan, dan sopirnya yang juga Ranger Taman Nasional Gunung Kerinci itu terlihat sudah sangat mengenal mobil yang digunakan. Namun, karena memang medan yang terlalu sulit akhirnya sang sopir menyerah (setelah melewati Dusun Dalam) dan kami pun pindah ke truk pak Sahar yang kebetulan dibelakang rombongan kami. Truk ini mengangkut batu sungai untuk menutup lobang di jalan. Dari yang penulis lihat, didalam truk dijumpai beberapa mesin pemotong kayu, sehingga kemungkinan juga digunakan untuk mengangkut kayu tebangan dari hutan.
Di tengah perjalanan kami berhenti, karena pemiliki truk ingin mengambil batu di sungai. Kami pun menggunakan kesempatan ini untuk makan siang di tepi sungai (jalan yang kami lalui memang sejajar dengan sungai). Waktu itu hari menunjukan jam 3 siang lebih. Selama perjalanan, kami menggunakan kesempatan ini untuk saling mengenal. Di rombongan kami ada 10 peserta (5 putri, 5 putra….pas banget yaaa) : Abon (Mapa Gundar); Jeffry yang kuliah di UNSOED (ASTADECA); Datuak - anak gunung gutan yang pengen nyoba Caving (PAKSI ARGA); Catur yang kami panggil babie romeo, karena memang mirip (Wanapala UNAIR); Berry (KMPA Ganesha); Sanny yang kami pangil “Mpok” karena mirip mpok nya Alhm. Benjamin (MAPAGAMA); Getol (JAYAGIRI); Bebek - seorang kawan yang setahun lalu sempat ngajarin aku, jabek dan kupret latihan SRT di jogja (MAPALA UNISI), terakhir aku dan onie. Sedangkan panitia yang mengiringi : Robi (Koordinator), Rika (Sekretaris) dan Sri (Bendahara).
Oh ya, di desa kami sempat diberi jajanan khas oleh penduduk yang bentuknya seperti dodol namun lebih keras dan pecah dimulut. Setiba nya di jambi kelak, aku baru mengetahui bahwa makanan ini hanya ada di Sengayau saja. Aku menyesal juga tidak sempat membawa nya. Kami tiba di basecamp jam 6 sore lebih (lokasi tepat setelah melewati jembatan permanen ke 3). Sesampainya di sana, aku bergegas sholat zuhur- ashar dulu walaupun ga yakin belum magrib. Sesudahnya kami instalasi dan bebersih.
Di basecamp sudah ada team pendarat : Eka (KPA Elang Gunung), Fahmi (SWAT Stikom), Bowo (KPA Pamalayu), Pahlevi (Siginjai) dan instruktur kami : Jibrik dan Ben (MAKOPALA Budi Luhur). Malam itu hanya diisi ngariung dengan instruktur yang berasal dari Jakarta (Ben dan Jibrik). Kedua nya cukup asyik karena lucu, dan cerita kami berlanjut ke kisah eksplorasi yang diselingi pertanyaan – pertanyaan ringan seputar alat / kasus yang ditemui.
*Anggota Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam ASTACALA STTTelkom
To be continue..
0Awesome Comments!