Pesona Goa Negeri Angso Duo (1)


Catatan perjalanan Caving TWKM XVII
Adek Aidi (AM - 018 - KF) *

Gua selalu merupakan sesuatu yang mampu membuat manusia takjub, tidak hanya karena bentukan bumi ini menunjukan dengan jelas fakta kekuasaan Tuhan YME tapi juga karena misterinya yang menanti untuk disingkap. Begitu banyak hal dalam gua yang akan membuat setiap caver (sebutan untuk penggiat caving) bertanya - tanya apakah gerangan yang ada dan ditemui di dalam nya. Caver berada dalam keadaan gelap yang terkadang mencekam, hingga untuk melihat tangan sendiri pun tak akan bisa. Bau nya guano, suara gemericik air, kepakan sayap kelelawar atau semilir angin berhembus mungkin akan menemani langkah para caver saat menelusuri gua.

Oleh karena itu, dari jaman purba hingga saat ini gua masih merupakan objek menarik untuk di eksplorasi. Namun, gua juga merupakan bentukan alam yang mampu mengantarkan setiap caver pada maut. Hingga lahirnlah speleologi dan teknologi peralatan penelusuran gua yang kain hari samakin berkembang, semua bertujuan untuk mengamankan dan menyamankan caver dalam melakukan kegiatan penelusuran gua.

Speleologi di Indonesia masih terbilang baru dibandingkan kegiatan kepetualangan lain yang sudah lebih dahulu dikembangkan. Sejak tahun 1980 an, mulai berdiri berbagai klub speleologi dan kemudian merambah ke organisasi pecinta alam di lingkungan kampus (MAPALA). ASTACALA - di umurnya yang ke 13 - hingga saat ini memang belum berkecimpung dalam kegiatan caving ini. Namun tercatat beberapa anggota ASTACALA pernah mengikuti kegiatan pelatihan resmi / tidak resmi semacam TWKM atau sekedar latihan bersama dengan beberapa kawan anggota MAPALA di jogjakarta (yang memang gudangnya caving red).


Temu Wicara dan Kenal Medan pada mulanya disepakati sebagai agenda tahunan pertemuan dan forum komunikasi tertinggi MAPALA se - Indonesia. Mulai tahun 1989 (TWKM II, MAHACITA UPI Bandung ) dilaksanakan kegiatan latihan bersama kepetualangan seperti Mounteneering, Climbing, Caving, Rafting, dll sesuai dengan potensi daerah tempat diselenggarakannya TWKM.

Secara rutin TWKM telah dilaksanakan sebanyak 16 kali dengan penyelengara dan tempat yang berbeda. Pada tahun 2005, sesuai dengan keputusan TWKM XVI maka tuan rumah TWKM XVII dipegang oleh MAPALA SIGINJAI, Universitas Jambi.

Pada TWKM XVII ini juga dilaksanakan kegiatan Kenal Medan Divisi Caving sebagai salah satu materi. Sebagai medan operasi dipilih beberapa gua pada komplek Gua Sengayau di Kabupaten Sarolangun. Kegiatan Kenal Medan Divisi Caving yang diikuti oleh 10 organisasi MAPALA dilaksanakan selama 5 hari. Pada kegiatan ini peserta dikenalkan peralatan dan teknik penelusuran gua khususnya gua vertikal. Hal ini tidak bertujuan untuk menyamakan prinsip dan mekanisme yang digunakan (karena terdapat beberapa perbedaan penggunaan alat) namun lebih kepada sharing ilmu.

ASTACALA yang juga mengirimkan anggotanya untuk mengikuti Kenal Medan Divisi Caving menggunakan kesempatan ini sebagai ajang untuk mendapatkan informasi sebanyak - banyaknya baik dalam hal pengetahuan maupun informasi lain untuk membantu dalam mengembangkan kegiatan penelusuran gua di ASTACALA di masa mendatang.

Fakta ini menurut penulis adalah salah satu bentuk ketertarikan kawan - kawan untuk merambah ilmu speleologi ataupun sekedar melakukan penelusuran gua. Mudah - mudahan dengan ikut sertanya ASTACALA dalam divisi ini dapat menambah referensi kegiatan caving yang sudah ada dan membantu dalam mengembangkan cabang ilmu ini di ASTACALA. Amien

Mengenal Medan Komplek Gua Sengayau

Kegiatan eksplorasi pada Kenal Medan Divisi Caving dilaksanakan dari Senin - Minggu / 12 - 18 Desember 2005, dengan medan operasi di Komplek Gua Sengayau. Daerah administrativ yang menaungi komplek gua Sengayau memiliki kawasan bukit yang terdiri dari batuan karst. Daerah ini memang kaya dengan potensi gua, baik untuk kepentingan penelitian, wisata maupun sarang walet.

Hal ini dibuktikan dengan telah dibangunnya jalan dan jembatan beton permanen menuju lokasi yang memang cukup jauh dari pusat kota jambi. Namun - mungkin - karena perubahan orientasi daerah, akhirnya pemeliharaan dan pengembangan fasilitas yang telah dibangun tidak dilanjutkan lagi dan saat ini berada pada kondisi tidak terawat.

Basecamp rombongan didirikan tepat di tepi jembatan ke 3 yang menghubungkan dengan dusun terdekat. Untuk sampai ke lokasi gua tempat dilakukan nya eksplorasi, kita harus mendaki bukit dahulu (kurang dari 1 jam dari basecamp). Komplek ini sejak dulu merupakan arena berlatih caving bagi MAPALA SIGINJAI, sehingga panitia telah cukup mengenal penduduk dan medan sekitar. Namun karena keterbatasan peralatan, belum semua gua yang bisa ditelusuri, hanya melalui entrance horizontal saja.

Namun mayoritas gua ini justru sudah dimasuki oleh penduduk sekitar yang memang memanen serta menjaga sarang walet. Biasanya sarang wallet ini dipanen setiap 2 bulan sekali. Sewaktu diadakannya kegiatan ini, petani - petani walet ini sedang bersiap melakukan panen 2 minggu lagi.

Kondisi gua tersebut juga tercemari, antara lain dengan ditemukannya berbagai bentuk vandalisme dan perusakan ornamen gua. Hal ini, menurut penulis karena kurangnya pengetahuan penduduk tentang pentingnya menjaga kondisi gua. Para petani walet ini juga tidak jarang kehilangan nyawa mereka, terutama karena terjatuh dari ketinggian saat melakukan penelusuran gua untuk memanen / menjaga sarang walet di gua tersebut. Petani ini hanya menggunakan peralatan seadanya seperti tonggak dari kayu yang ditebang dan tali tambang kapal. Dari percakapan singkat penulis dengan salah seorang petani yang bernama Jala, ada seseorang yang tewas saat mencoba mencuri sarang walet dan mencoba menuruni entrance gua vertikal setinggi 15 m. Kejadian ini kurang dari 1 bulan lalu dan almarhum ditemukan 1 minggu setelahnya. Rescue kemudian dilakukan dengan peralatan seadanya semacam tali tambang kapal.

Gua yang sempat dieksplorasi berjumlah 3 gua yaitu Gua Sentot, Gua Kadir serta Gua Mesjid. Nama Gua sentot dan Kadir diambil dari nama penduduk yang pertama kali menemukan gua tersebut. Kedua gua ini memiliki entrance vertikal, Sentot sedalam 60 m lebih dan Kadir sedalam 30 meter lebih. Gua Sentot memiliki siphon sehingga kemungkinan bisa dijadikan lokasi cave diving. Pintu horizontalnya tembus ke dekat lokasi air terjun, dimana ketika memasuki melalui pintu ini dari lokasi basecamp kita akan menemukan banyak entrance gua yang lain. Gua Kadir dengan entrance vertikal yang sempit dan miring tidak memiliki pintu horizontal, karena setelah tiba didasar gua akan ditemui pangkal gua sekitar 3 meter didepan. Nama Mesjid adalah salah satu lorong entrance, nama ini berasal dari salah satu ornamen yang mirip dengan posisi orang sedang melakukan sholat (ruku'). Menurut guide, di gua ini setiap lorong diberi nama dan mayoritas semua pintu berhubungan (berlabirin / bercabang). Sewaktu penelusuran, team kami hanya sempat memasuki 4 dari 7 lorong yaitu lorong Mesjid, Batang, Jongkok dan Pulau.

Di komplek ini juga terdapat gua yang disebut dengan Gua Putih dimana tebingnya terlihat dari kejauhan berwarna putih. Hal yang menarik adalah gua ini belum pernah dimasuki, baik oleh penduduk untuk mengambil sarang walet atau penelusur gua. Karena, walau pintu nya terlihat dari kejauhan namun setelah didekati pintu ini tidak akan ditemukan. berdasarkan cerita penduduk setempat, didalamnya terdapat istana. Walahuallam…

*Anggota Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam ASTACALA STTTelkom

To be Continue..