Mendekap Sejuknya Azan Subuh


Ku langkahkan kaki ke tempat ini. Sunyi dan dingin. Kesan sederhana yang sejenak kurasakan saat memasuki area ini. Aku tak tau apa artinya, yang jelas sore ini langit terasa begitu mendung. Kusadari kamu akan pergi untuk selamanya.

Saat ini begitu ramai dalam penglihatan mataku, tapi seperti yang sudah - sudah kurasakan aku begitu sendiri hanya dengan diriku. Seakan keramaian ini tak mampu menyentuh ku. Aku sendiri. Aku percepat langkahku ingin segera melihatmu. Sayang, saat itu pun kita masih terpisahkan, oleh kaca buram.


Masih bisa kulihat raut wajahmu. Tapi tak bisa kubaca apa yang ada dalam pikiran mu, saat jumlah nafas yang akan dihirup sudah dapat dihitung. Waktu terus berlalu, semua orang katakan salam perpisahan. Tapi seperti yang sudah - sudah, aku mematung dalam sudut yang lain. Aku tak bisa mendekati apalagi menyentuhmu, walau saat - saat untuk melihat mu lagi dalam alam nyataku sudah dapat ku hitung dalam beberapa tarikan nafas ku.

Aku terpana di sini. Tapi saat ini berbeda karena kamu menemukanku. Sungguh kutau begitu banyak kata tak terucapkan dalam tatapan terakhir kita. Aku tak dapat pahami itu selain kegalauan hati ku. Lalu kamu tuliskan sesuatu dalam selembar kertas yang kamu berikan padaku. Bahkan dalam saat terakhir melihatmupun, masih tak bisa ku bicara padamu. Tapi, kurasakan hatimu ucpkan berjuta kata yang tak akan pernah mampu kutuliskan atau bisikan dalam pikiranku. Jadi kuambil kertas itu dan hanya bisa terdiam menatap mu untuk terakhir kali. Lalu kamu hilang, pergi jauh meninggalkan ku dan dunia ini, selamanya.

Sejenak aku terpana ditempatku berdiri, mencoba pahami arti kepergian mu. Lalu kepanikan menerpaku. Perlahan kusadari dunia ini menjadi begitu tak kukenali sejenak setelah kepergian mu. Aku tak sanggub untuk kamu tinggalkan. Jika kita akan berpisah lagi, maka biarkan aku yang pergi untuk menunggumu. Tapi aku tak pernah mampu untuk kamu tinggalkan. Dan sekajab kegalauan yang menguasaiku memaksaku berlari tak tentu arah. Sekencangnya, kucoba langkahkan kaki ini kemanapun ia ingin dan berharap aku dapat kuasai diri ku kembali.

Masih didekap kegelisahan yang amat sangat itu, kubuka selembar pesan terakhirmu. Diantara coretan garis tintanya, kamu tuliskan "We'll meet again sooner". Dan aku semakin hilang, tak tau dimana lagi harus bersembunyi dari perasaan yang menhantam begitu keras ini.

Dan tersentak aku terbangun dari tidur, menyadari bahwa aku ada dalam kamar yang gelap. Seluruh tubuhku basah dalam keringat. Saat itu kudengar azan menyambut akhir mimpi burukku. Kusingkap selimut yang menjadi lembab oleh ketakutan dan aku meringkuk, mencoba tenangkan hati. Tanpa kusadari tubuhku gemetar dan aku menangis dalam kegelapan. Aku takut.

Terakhir kali aku bermimpi hingga seperti saat ini adalah mimpi tentang almarhum mama, dan saat itu masih ada papa yang segera datang untuk menenangkanku dan memberiku segelas air. Tap saat ini, aku sendiri. Dan mimpi ini menyambarku seperti petir. Aku ingat mati, aku ingat Sang Rabb. Aku tak takut dengan matiku, namun aku tak sanggup untuk kamu tinggalkan.

Dan ditengah tangis itu kulangkahkan kaki untuk membasahi mukaku dengan sucinya air wudhu. Dingin dan menyejukan, tapi masih tak dapat juga tubuhku berhenti gemetar. Dan aku menangis dalam sholatku. Masih mencoba tenangkan jiwa yang gelisah ini.

Karena kamu titipan Nya, dan diperkenankanNya kita bertemu diantara sekian juta tahun umur alam ini dan sekian ribu luas bumi ini. Lalu diperkenankanNya ku rasakan sesuatu tentang kamu yang tak akan mampu kugambarkan dalam hatiku. Dan diantara sekian banyak Rahma ini, kuminta Ia membuatku menyayangi mu karena Ia saja. Lalu aku memohon padaNya, agar memberiku kekuatan untuk ikhlaskan mu pergi kapanpun Ia inginkan.

[Al-Kahfi, 22 Nov 2006]