Become Madrileños in one day



-Catatan Backpacking Winter Escape 2010, Kota pertama, Hari pertama-

Beli tiket flybussarna ke bandara di loket cityterminalen..
guess what?petugasnya blesteran sweden-payakumbuh..haha..
ngobrolin rendang padang dah jadinya
My facebook status, December 19, 2010 at 3:05pm via Mobile Web

Alhamdulillah..berangkat juga..
backpacking kere dimulai, madrid tunggu kami!
My facebook status, December 19, 2010 at 6:35pm via Mobile Web

day one backpacking escaping winter: 
tidur di bandara sukses dibangunin pak satpam jam 6 pagi 
plus muter2 nyasar keliling kota, gracias madrid..porto is waiting for us!!
My facebook status, December 20, 2010 at 10:12pm

When the story begin with story
Pukul 2 siang hari itu minggu tanggal 19 desember 2010, setelah packing beberapa lembar pakaian, alat mandi, perlengkapan lain, bebersih dan mencuci, aku berjalan keluar dari pintu kamarku, melihat terakhir kali nya kedalam sekedar untuk memastikan jendela dan lampu sudah dimatikan, dan mengunci lalu berjalan cepat ke lift. Eric, rekan sesama dari Indonesia yang juga satu kelas denganku sudah menunggu di bawah, kami berencana berangkat ke Skavta airport dari cityterminalen sore ini, memulai perjalanan panjang 18 hari, escaping winter backpacking.


Eric  tampaknya juga tidak membawa barang bawaan banyak, sama sepertiku hanya sebuah tas ransel berisi semua kebutuhan kami yang kurang dari 10 kg, karena baggage cabin limit dari penerbangan ryan air yang akan kami gunakan selama perjalanan. Eric  juga menyempatkan membawa laptop Toshiba dalam ransel nya, untuk keperluan online selama perjalanan nanti, sedangkan si macgyver kuputuskan untuk tidak kubawa, karena factor keamanan dan juga beratnya yang pasti akan mengurangi space kebutuhan lain dalam ranselku eiger ku yang tanpa diisi saja sudah cukup berat.

Hujan salju di Stockholm (courtesy Yose Tireza Arizal)
Stockholm sedang dilanda hujan salju ketika kami melangkah keluar siang itu, menunggu metro di stasiun subway Kista, suasana sudah tampak seperti magrib. Waktu itu, aku bermasalah dengan kartu SL ku, ternyata setelah kucoba cek, bapak tua petugas loket waktu itu mengatakan limit 30 hari kartuku itu habis kemarin, tanggal 18 desember, padahal kartu senilai 490 kr itu baru kugunakan 3 kali. Apa mau dikata, akhirnya uang cash yang pas – pasan untuk membeli tiket flybussarna hari itu kubelikan remsa (16 tiket lepas) seharga 180kr. Setibanya di centralstasiun, agak sedikit linglung mencari pintu loket flybussarna yang ternyata ada di cityterminalen. Untung saja, waktu itu tidak begitu banyak antrian di loket, dan bus berikutnya akan segera datang sekitar 10 menit lagi. Aku teringat, waktu itu aku dan Eric  membeli tiket bersamaan di 2 officer berbeda. Kebetulan waktu itu Eric  selesai lebih dulu dengan tiketnya, dan berkata padaku, “beli langsung PP saja, lebih murah 20 kr”. 

Tiba – tiba petugas loket flybussarna yang memang wajahnya seperti wajah indo, yang mulanya kupikir mungkin keturunan campuran philipina atau Thailand (yang kemungkinannya lebih banyak dari keturunan indonesia) nyeletuk dengan wajah sedikit bingung, 
the firl: “Are you Indonesian?
Adek dan Eric: “yes we are, how do you know that?”.
The girl: “I recognize that language, I am half Indonesian, bisa bicara Indonesia sedikit – sedikit”.
Eric: “In what part of Indonesian you are?”
The girl: “Papa dari Sumatra barat, mama orang Swedia”
Eric: “Oh really? We’re Sumatran, adek is also from west Sumatra and I am from north Sumatra. So do you like rendang too?
The girl: “I am, selalu diajak pulang sekali setahun oleh papa, ke payakumbuh” jawabnya
Adek: “Ah, that’s just 1 hour from my hometown, I am in Bukittinggi!”
The girl: “Really? I know that place, kalau dari padang, selalu lewat bukitttinggi!”
Adek: “Waw, that’s great, what a coincidently!”
The girl: “Yeah..haha.. Nice to meet you, because I don’t find many Indonesian in Sweden a lot

Dan begitulah kebetulan yang tak disangka – sangka ini kami lewati, sebelum akhirnya tersadar bahwa antrian orang – orang dibelakang yang juga membeli tiket masih banyak dibelakang. Kami pamit pada gadis penjaga loket itu, dan ia menunjukan gateway bus untuk ke bandara Skavta.

Landing Party
Tidak perlu menunggu lama, bus yang kami tunggu datang dan berangkat beberapa menit kemudian. Saat itu hujan salju semakin lebat dan perjalanan yang seharusnya hanya 1 jam – an menjadi 2 jam karena jalanan yang licin. Aku tertidur beberapa kali dalam perjalanan itu, kulihat jalanan sudah gelap padahal baru pukul 4 sore, dan informasi dari eric, tampaknya driver bus yang kami tumpangi beberapa kali mengambil jalur yang salah karena rambu – rambu yang buram tertutupi hujan salju dari kejauhan. Hasilnya, kami baru tiba di skavta pukul 5 sore dan langit sudah begitu gelapnya. Ibnu yang sudah lebih dahulu berangkat dari Karlstad, belum tiba juga di bandara, jadi kami memutuskan untuk check – in terlebih dahulu karena jadwal penerbangan sudah makin mepet.

Tak lama, setelah selesai check in di counter ryan air, Ibnu tiba di bandara dan langsung ikut antri. Seharusnya Ibnu tiba jauh lebih dulu dari kami, tapi apa mau dikata kereta yang rencana ditumpanginya dari Karlstad dengan tanpa dosa meninggalkan Ibnu sendiri yang tiba di stasiun begitu mepet plus celingak celinguk mencari kereta yang mana yang ke Skavta – Norrkoping. Keterlambatan ini menurut Ibnu karena bus yang ditumpanginya terhambat hujan salju yang turun begitu deras pagi itu di Karlstad, sehingga rute yang harusnya bisa ditempuh beberapa menit menjadi 1 jam lebih. Alhasil, Ibnu mengirim sos padaku untuk dibelikan tiket kereta terdekat via online, karena ia tidak memegang cash yang cukup saat itu. Tidak berhenti sampai disitu, tiket ini ternyata harus di print sebagai bukti diatas kereta nanti, dan dengan sedikit keberuntungan lagi, tiba – tiba Ibnu bertemu dengan rekan nya yang kebetulan mengantarkan kawan ke stasiun, dan kebetulan juga apartemennya tak jauh dari stasiun. Dan dengan bermodal nekat dan mepet itu jugalah, Ibnu menumpang kereta, sambung menyambung, melaju dari Karlstad ke Skavta demi bisa mengejar penerbangan sore itu.

Walau hujan salju cukup lebat, akhirnya kami bisa take off tepat waktu walau dengan penerbangan murah menuju Madrid. Walaupun dalam websitenya, Ryan Air mencantumkan Skavta untuk menuju dan meninggalkan Stockholm, namun sebenarnya Skavta adalah bandara ekonomi, yang terletak di kota Norkoping, sekitar 1 jam dari pusat kota Stockholm. Dan sepertinya hanya maskapai Ryan Air yang menggunakan bandara ini, , dan bentuk nya dari udara terlihat seperti pabrik jaman perang dunia 2 yang sudah tidak digunakan lagi. Cukup deg – degan juga hari itu, karena jadwal kami yang cukup ketat dan alokasi waktu di setiap kota yang tidak begitu lama, sehingga delay atau kekacauan dalam bentuk apapun akan punya kemungkinan besar merusak keselurhan rencana dalam efek rantai. Belum lagi Anto, kawan sesama mahasiswa Indonesia di Stockholm yang berangkat pagi itu ke Belanda sempat mengabarkan pesawat yang ditumpanginya delay hingga siang hari karena badai salju. Dan disanalah kami, pukul 11 malam tanggal 19 desember 2010 itu, bersiap untuk landing di Madrid-Barajas Aeropurto, bandara internasional spanyol di Madrid. Cukup lucu waktu itu, karena fligh attendance yang selama perjalanan berbicara di microphone seperti DJ di club malam alias menyampaikan pengumuman dengan suara keras plus ga ada anggun – anggunnya, mengajak kami bersorak sorai, bertepuk tangan dan bernyanyi bersama, maksudnya untuk merayakan suksesnya penerbangan kali ini, sekalipun dengan penerbangan termurah di eropa :p

Hotel Barajas
Tidak terburu – buru seperti penumpang lain, kami menunggu di kursi hingga sepi, berjalan santai dan dalam rombongan paling terakhir keluar dari pesawat malam itu. Dalam pikiran, toh kami tidak akan mengambil bagasi apa – apa dan juga tidak akan kemana – mana. Yep, we plan to sleep in the airport tonight! Jauh hari sebelumnya, aku sudah membaca referensi kondisi menginap di bandara Barajas, yang katanya diperbolehkan, dan cukup banyak yang menginap, tapi memang harus pandai – pandai mencari spot yang bagus karena kursi yang bersekat – sekat (jadi harus tidur di lantai) dan suara microphone di bandara ini begitu keras dan tidak berhenti – henti.. bahkan menurut review lucu yang kubaca di www.sleepinginairports.com ada yang mengatakan pengumuman bahwa pengumuman selanjutnya tidak akan diumumkan pun (karena microphone rusak) tetap disampaikan dengan begitu keras di microphone :p

Untung bagiku karena sudah cukup terbiasa menginap dalam kondisi lebih buruk ditengah hutan, asalkan tidak bermasalah dengan security, semua akan baik – baik saja. Di dalam ransel pun sudah tersedia sleeping bag 0 degree celcius ku berikut paket eyes protector, mungkin yang kurang hanya bantal tiup dan penutup telinga saja. Eric yang memang baru menghadapi suasana ngegembel seperti ini, sebelumnya sudah mempersiapkan diri dengna membeli sleeping bag baru di intersport (toko outdoor sport di swedia) di Kista Galeria, mall di dekat apartemen kami, hanya saja mungkin memang perlu membiasakan dulu.

Karena kelaparan, Eric pun mengajak ke kantin bandara yang masih buka hingga larut malam. Kebetulan kantin ini ada di area check in Ryan Air, dan kulihat banyak sekali orang – orang yang bertebaran tidur di pojok – pojok ruangan itu, beberapanya dengan style backpacker plus sleeping bag nya yang sepertinya seperti kami juga memang sengaja merencakan menginap di bandara demi menghemat biaya, beberapanya traveller biasa, tidur sambil memeluk erat pacar atau kopor, tidur seadanya. Untung bagiku yang sudah mengisi perut sebelum berangkat tadi di Stockholm dengan nasi plus rendang porsi jumbo yang kubuat sehari sebelumnya, karena sandwich sederhana di bandara harganya 5 euro-an (bahkan rendang itu belum habis, hingga harus disimpan di kulkas). Kuhitung – hitung, bisa bangkrut klo setiap hari sekali makan 5 euro, untuk 3 kali sehari selama 18 hari perjalanan ini. Tapi tampaknya kawan – kawan yang lain memang sudah kelaparan, atau berbeda settingan budget denganku, tetap makan di kantin itu.

Selesai makan, kami berputar – putar disekitar bandara, sekaligus survey gate metro untuk ke pusat kota dan mencari spot aka lapak untuk tidur malam itu. Ada beberapa tempat yang tersembunyi dan cukup tenang, tapi karena cukup sepi, dan ini pengalaman pertama, kami putuskan untuk mencari tempat yang aman saja: bergabung dengan gerombolan airport sleepers lain di hall utama, di dekat kantin tadi. Dan lapak itu adalah disamping escalator, yang memang cukup privacy, karena tidak merupakan jalur lalu lintas orang – orang, tapi ternyata cukup tidak nyaman karena escalator di samping kami itu berbunyi bergemuruh setiap kali ada orang datang dan menggunakannya, jadi bisa dikatakan tidak ada yang tidur nyenyak malam itu. But, what can you expect from sleeping in the airport gitu loh? Hehe..

Olaa..olaaa..olaaaa!!
Kira – kira pukul 6 pagi tanggal 20 desember itu, aku terbangun dari tidur tak nyenyak ku. Ada tangan menggoyang – goyang sleeping bag ini sambil diiringi suara berat berkata, “olaa.. olaaa..olaaa”

Kukira ini suara tunawisma di ujung lorong yang juga tidur di dekat area kami, yang masih cukup sibuk dan berisik dengan kresek – kresek nya hingga larut malam (yep, tampaknya bandara ini juga jadi sasaran tempat menginap tuna wisma). Tapi kutegakan dengan sedikit malas kepala ini, dan memicing melihat Eric dengan ternyata sudah sigap bangun membereskan sleeping bag nya. Lirik kekanan kearah suara berat itu..dan oalah…ternyata yang “olaa..olaa..olaa” tadi adalah bapak satpam! *masih untung ga dibangunin dengan kaki :p

My food step in Madrid

Setelah melihatku bangun, si bapak satpam berpindah tempat membangunkan Ibnu pula, dan tampaknya ternyata hampir airport sleepers di sekitar kami sudah berbenah atau menghilang, karena memang bandara sudah mulai ramai lagi. Semua tubuh – tubuh yang bergelipangan bahkan ditimbangan counter check in tadi malam sudah lebih dulu menghilang, mungkin mereka sasaran yang pertama kali dibangunkan, karena counter akan dipakai untuk check in penumpang jauh lebih pagi. 

Aku segera memakai sepatu yang kusembunyikan dibawah tas, melipat sleeping bag, dan bergegas ke toilet untuk gosok gigi, cuci muka dan ber-wudhu untuk shalat subuh. Kulihat Eric kesulitan melipat kembali sleeping bag nya, yang padahal dibeli cukup mahal, sekitar 600 kr atau sekitar 800 ribu IDR.. sesaat setelah nya ibnu berkomentar menggoda, “Semakin mahal harusnya makin mudah dilipat”, tapi setelah itupun Ibnu juga sedikit mengeluh klo sleeping bag tipisnya tidak mempan menahan dingin dari lantai..haha..

Karena hanya punya 1 hari di Madrid, kami bergegas ke stasiun metro untuk kepusat kota. Jaringan subway di Madrid tampaknya sudah begitu baik dan mencakup setiap sudut kota, pun cukup bersih, seperti yang kutemui di Stockholm, hal yang cukup kuingat, karena melebihi expektasi awalku tentang Negara – Negara eropa selatan, yang kabarnya lebih “sedikit chaos” dari bagian eropa lain –jangan dibandingkan dengan eropa timur tentunya-. Nyatanya, kota ini memang dicatat memiliki jaringan transportasi terbaik kedua dieropa, setelah London, dan Metro de Madrid adalah the cheapest metro in Europe juga menjadi salah satu jalur metro terpanjang ke-6 di dunia, waw!!! Kami membeli tiket seharga 5.2 euro yang menurut penjaga loket berlaku hingga pukul 1 malam nanti (1 day ticket), juga single ticket untuk keperluan balik ke Bandara esok harinya seharga 1 euro.  



Dari atas ke bawah:
1. Pintu masuk ke stasiun metro Madrid dari bandara Madrid - Barajas
2. Subway Madrid termasuk subway terbaik di eropa

Jauh hari sebelumnya, kami sudah survey dan memesan hostel untuk hari itu, tapi karena baru bisa check – in setelah pukul 11, maka kami memutuskan untuk langsung mencari spot sightseeing pertama kami. Sebenarnya, walaupun belum waktu check - in, lebih baik untuk langsung ke hostel dahulu, setidaknya mengabarkan kedatangan (sehingga kamar tidak diberikan ke orang lain, yang kudengar cukup sering terjadi di beberapa hostel ketika kita terlambat datang dari konfirmasi) dan juga lumayan membantu untuk menitipkan tas (beberapa hostel mau menerima penitipan tas calon tamu).  Tapi karena ini kali pertama bagi kami bertiga, tidak ada yang menyadari fakta ini, hingga disanalah kami, masih fresh, membawa – bawa tas 6 – 8 kg itu keliling kota Madrid di pagi buta ini.

Tanpa peta Madrid ditangan, dan hanya bermodal peta metro saja, sekitar pukul 8 kurang, kami tiba di Puerto del Sol, spot sightseeing pertama kami. Matahari belum menampakan wajahnya pagi itu, hingga suasana masih seperti waktu subuhnya Jakarta dan angin bertiup cukup dingin, “tapi setidaknya tidak ada saljunya” , begitu pikirku. Menurut yang kuketahui, Madrid terletak di zona dengan iklim yang cukup tak terduga juga, begitu panas ketika summer dan bisa jadi secara sporadis turun salju ketika winter. Jadi tidak sia – sia aku membawa jaket tebal yang dipakai semenjak di Stockholm, karena cuaca tak menentu seperti itu.

Madrileños!!
Puerto del Sol adalah jantungnya kota Madrid yang menghubungkan jalanan utama dan tempat – tempat tersibuk, juga tak jauh dari kilometer zero-nya kota. Kulihat banyak gedung – gedung tua pencakar langit, kantor – kantor pusat pemerintahan sejarak berjalan kami saja dari plaza ini menuju jalan utama Gran Vía. Di sana juga terletak patung yang menjadi symbol kota: oso (beruang) yang sedang memanjat pohon madroño, ditemani patung Raja Charles II dengan kudanya. Ditengah plaza, pas di depan gedung central post office ada instalasi kabel untuk pohon natal yang tidak dihidupkan lampunya, belum lagi air mancur ditengah plaza juga tidak beroperasi, juga pemandangan giant neon Tío Pepe yang katanya menjadi a famous fixture of this area dirusak dengan instalasi renovasi, hingga cepat kuambil kesimpulan kecewa bahwa area ini.. garing!!

 

 
Dari atas ke bawah, kiri ke kanan: 
1. Pohon natal buatan di Puerto del Sol yang belum dihidupkan lampunya,
2. Patung King Charles II di Puerto del Sol yang masih sepi,
3. Patung Oso (beruang) yang menjadi simbol kota Madrid di Puerto del Sol,
4. Makan pagi di depan toko yang belum sepenuhnya buka

Masih menyempatkan mengambil beberapa gambar dengan tidak mood, dan lalu berjalan menyusuri jalanan sekedar untuk menghangatkan badan. Tak lama, kami bertemu café yang menjual kopi dan sandwich yang harganya sedikit lebih murah dari harga bandara tadi malam, sekitar 3 euro *keputusan yang pasti tidak akan kuambil beberapa hari kemudian :p*. Dan disanalah kami, duduk dikursi didepan kafe yang belum sepenuhnya buka pukul 8 itu, menghabiskan beberapa gigit sarapan pagi kami.

Di depan Stasiun kereta Madrid di Atocha
Beranjak waktu sedikit lebih terang, kami mencoba melihat pasar buku loak di Atocha yang juga satu area dengan stasiun Madrid yang bersebrangan dengan Reina Sofia Museum. Karena tidak ada budget untuk membayar tiket museum, dan juga tampaknya tidak ada yang berminat untuk masuk museum, aku mengajak teman – teman melihat pasar buku loak, tapi ternyata pasar hanya dibuka minggu pagi, dan hanya beberapa toko yang buka waktu itu sehingga cukup sepi. Buyar sudah anganku untuk ikut hanyut dalam lautan Madrileños aka warga Madrid, yang juga disebut "gatos" (kucing) untuk sekedar melihat buku – buku bekas. Kami juga tidak masuk kedalam stasiun dan tidak menyadari ada sighseeing berharga didalam stasiun itu: didalam bangunan tua stasiun ada taman berikut kolam dan kura – kura yang pasti sangat menarik. Instead, kami hanya duduk dan berfoto – foto dengan patung kepala anak kecil diluar bangunan, what a stupid :( 

Stadiun Santiago Bernebeu
Sedikit siang, waktu terasa masih lama sebelum kami boleh check in, hingga kami putuskan untuk ke markas real Madrid saja langsung dengan metro line 10 langsung ke Santiago Bernabéu stasiun.   Estadio Santiago Bernabéu, yang diresmikan tahun 1947 awalnya bernama Nuevo Estadio Chamartín, pernah menjadi tuan rumah world cup di tahun 1982 dan kabarnya bisa menampung penonton hinga 75 ribu orang. Dan sekeluar dari subway waktu itu, memang langsung kami terpesona dengan megah gedungnya, dan yang makin membuat senang, ada area untuk berpose tanpa bayar tapi tetap dengan logo prestise Bernabéu dilatar belakang. Waktu berfoto – foto itu juga, kami sempat bertemu rombongan orang – orang Indonesia keturunan china yang katanya sedang berlibur dari kantor, bahkan salah seorang bapak tua di rombongan itu sempat menawarkan diri untuk mengambil foto kami bertiga di depan stadion itu. Eric dan Ibnu memutuskan untuk masuk dan membayar 16 euro untuk mengikuti tour Bernabéu demi bisa mengakses area dalam stadion, sedangkan aku yang tidak terlalu tertarik dengan bola, memutuskan untuk menunggu diluar saja. "Lebih baik 16 euro itu kusimpan untuk tiket masuk Alhamra atau Acropolis nanti", begitu pikirku.

2 Jam aku menunggu diluar barulah mereka keluar dari stadiun. Karena sudah cukup siang –sekitar pukul 2- dan kelaparan, padahal target kami sudah menuju hostel pukul 12 tadi, kami pun membeli paket burger king di sekitar stadiun seharga 5 euro. Waktu itu ibnu sempat bercanda, “Nanti di dekat hostel ada burger king murah cuma 3 euro”, yang kami tanggapi dengan bercanda “ya ga mungkin lah, dimana – mana burger king pasti sama harganya..!!” Dan ternyata benar, sekeluar dari stasiun Anton Martin menuju hostel siang itu, kami melihat toko burger king dengan tulisan besar di pintunya menunjukan angka 3 euro untuk paket burger yang sama yang kami beli tadi. Sontak kami semua tertawa miris menghibur diri sambil berkata pada Ibnu, “Nanti klo mo ngeramal lagi, yang baik – baik ya!”

Our hostel room
Cat’s Hostel yang menjadi rumah kami malam itu, termasuk top rate di hostelworld, berdiri diarea bangunan tua dan ternyata sedang renovasi. Ketika kami masuk, officer nya sedang sibuk melayani tim backpacker lain yang juga baru datang. Dengan dingin dan efisien, mereka pun lalu melayani kami untuk membayar kamar dan memberi kunci. Kelak setelah beberapa kali keluar masuk hostel backpacker, hal ini menjadi sedikit pertanda bagiku, karena biasanya hostel yang laku dan bagus, officernya dingin, mungkin karena lelah menghadapi banyak backpaker kere, sedangkan hostel abal – abal yang cukup sepi, biasanya lebih ramah, mengkompensasi banyaknya kekurangan fasilitas yang mereka sediakan dengan harga hampir sama atau lebih mahal :D Secara umum, kamar 13 euro kapasitas 12 orang  yang kami sewa cukup nyaman, lengkap dengan loker yang ada kunci nya, internet access, dan kamar mandi yang walaupun sedikti sempit dan malam itu sempat terganggu dengan suara cipokan yang sangat sibuk dari tetangga sebelah, tapi at least tidak perlu mengantri toilet dipagi hari, karena model toiletnya seperti kamar mandi barak, tapi dengan sekat – sekat.

Setelah mandi, berbenah dan sedikit mengistirahatkan kaki, kami putuskan untuk keluar kepusat kota sore itu. Rencana ke Retiro Park tidak jadi direalisasikan dengan alasan dingin dan sudah sore, sehingga kami langsung bergegas ke Puerto del Sol lagi lalu berjalan ke Palacio Real atau kediaman keluarga kerajaan. Sebenarnya, kabarnya ada walking tour gratis setiap harinya dari Palacio Real pukul 3 sore, tapi tampaknya kami tidak bisa mengejar jadwal itu karena baru tiba pukul setengah 3 di hostel dan keluar lagi pukul 5. 

Madrid's real face
Ternyata, Puerto Del Sol yang kupikir garing tadi baru menampakan sosok sebenarnya menjelang malam hari. Plaza yang tadinya sunyi sepi, sore itu dipenuhi lautan manusia, penjaga lotre, dan hiruk pikuk. Sepertinya semua Madrileños keluar dan berkumpul di Puerto del Sol saat itu. Dan memang, ini adalah hari – hari menjelang natal, dimana orang – orang biasa keluar untuk jalan - jalan berbelanja hadiah dan menikmati suasana kegembiraan menjelang natal. Belum lagi penjualan lotre yang makin menggila, mungkin orang – orang ini berharap rejeki nomplok menjelang natal. Pohon natal dari lampu di tengah plaza pun sekarang sudah hidup, menampakan sosok pohon natal raksasa berwarna biru dengan bintang – bintang warna merah, juga air mancur pun beroperasi lengkap dengan lampu – lampu nya, membuat suasana di tengah plaza tampak hidup. Kami hanyut dalam keramaian kota, orang – orang berbelanja, kehebohan lotre dan muda – mudi yang bercengkrama riyuh ramai.  

 


  

 


Dari atas ke bawah, kiri ke kanan:
1. Jalanan Madrid yang mulai ramai menjelang sore hari,
2. Pohon natal buatan di Puerto del Sol yang sudah dihidupkan lampunya
3. Gedung Madrid central Post Office di depan Puerto del Sol
4. Salah satu toko yang menjual kaki babi asap, makanan khas disaat natal,
5. Antrian lotre di Puerto del Sol
6. Puerto del Sol saat malam hari yang dipenuhi dengan warga madrid

Kami terus berjalan kearah Plaza Mayor, yang kabarnya adalah pasar sejak abad ke 15, dan menjadi pusat keramaian, juga untuk aduan banteng, turnamen eksekusi penjahat, dll. Ketika kami memasuki area ini malam itu, keseluruhan plaza sudah diubah menjadi pasar natal, tempat orang berjualan miniatur – miniatur kisah – kisah dalam Christian, lengkap dengan lampu – lampu, street performance, dll. Bulan begitu penuh cerahnya bersinar di langit kota, dan ketika terhanyut mencerna suasana meriah waktu itu, seorang gadis abg Madrileños menghampiriku, sambil menyodorkan kameranya berbicara cepat seakan aku mengerti bahasa spanyol untuk meminta tolong untuk diambilkan gambar, suatu hal yang tak akan kutemui di "utara", tempat bule – bule jauh lebih "dingin" dan “pemalu”. Bahkan ketika aku bertanya dalam bahasa inggris, mau diambilkan gambar dengan mode vertical atau horizontal, masih saja ia menjawab “si..si!”

 

Dari atas ke bawah:
1. Hiasan di tengah Plaza Mayor
2. Ibu - ibu penjaga toko hiasan natal yang banyak berdiri di tengah Plaza Mayor
 
Pasar malam di Plaza Mayor 1

Pasar malam di Plaza Mayor 2 (diambil dari national geograpich)

Kami melanjutkan perjalanan menuju Palacio Real de Madrid atau Palacio de Oriente atau Istana raja spanyol. Menurut yang kubaca setiap Rabu pukul 11 – 12 siang, ada atraksi pergantian penjaga / Royal Guard di depan istana ini, seperti juga yang ada di Stockholm. Biasanya, pergantian ini akan diiringi upacara, marching band, parade pasukan berkuda, dll. Tapi karena kami tiba di hari senin dan malam hari, terpaksa agenda ini hanya kubayangkan saja ketika melihat dari balik pagar kedalam lingkungan istana yang memang sudah tutup. Istana kerajaan ini sendiri, seperti juga di Stockholm, tidak menjadi tempat tinggal keluarga raja, tapi hanya digunakan saat occasional khusus kenegaraan saja.

Kisah sejarah area ini sendiri bisa ditelusur kembali kejaman kekuasaan Islam di Spanyol, ketika Mohammed I, Emir of Córdoba membangun bentengnya disini, yang disebut Mayrit diabad ke 8, lalu dilanjutkan oleh kekuasan islam Taifa, yang berpusat di Toledo, kota kecil histories yang tak jauh di selatan Madrid. Setelahnya ketika Madrid jatuh ke Raja Alfonso VI, benteng ini jarang digunakan hingga kekuasaan dipegang raja Philip II di abad ke 15, yang akhirnya memutuskan untuk membuat Madrid sebagai ibukota kerajaan spanyol hingga saat ini. Bangunan asli benteng sendiri sudah hancur di abad ke 17, sebelum akhirnya dibangun lagi oleh raja Phillip V. Sebenarnya aku ingin sekedar mampir ke Toledo dalam perjalanan ini, menurut informasi yang kubaca, juga ada pasar tradisional unik di pusat Toledo yang patut juga dikunjungi. Tapi apa daya, kami hanya satu hari di Madrid, sehingga sulit bagiku untuk eksplorasi mendalam karena waktu yang begitu sempit. 

Kembali ke area komplek istana ini, atau di sebut juga Plaza de Armas, juga bisa ditemui katedral terbesar yang ada di Madrid: Almudena Cathedral atau Catedral de la Almudena dengan arsitektur Neo-Gothic nya. Bangunan ini dibangun pada abad ke 18, karena ibukota kerajaan baru saja dipindah ke Madrid, sehingga tidak punya katedral, yang menjadi tidak biasa bagi ibukota kerajaan katolik. Kabarnya bangunan katedral ini berdiri di area yang dulunya merupakan masjid, yang dihancurkan diabad ke 10 ketika Madrid jatuh ketangan raja Alfoso VI.
  
Almudena Cathedral

Puas meresapi suasana di sekitar Plaza de Armas, kami kembali ke Plaza Mayor lalu Puerto del sol untuk mengambil metro pulang ke penginapan. Tanpa diduga, ternyata jalan yang tadinya sedikit lengang dari Plaza de Armas dan Plaza Mayor, kini dipenuhi parade pemadam kebakaran yang juga sedang bersiap menuju Puerto del sol. Menurut pendapat Ibnu, ini parade protes damai para pemadam kebakaran yang tidak mendapat libur ketika natal nanti. Well, entahlah..yang pasti memang kulihat banyak polisi dan intel berjaga – jaga sepanjang lokasi.

Ketika tiba lagi di Plaza Mayor, kulihat keramaian orang – orang bernyanyi riuh ramai, yang tampaknya dimulai dari sekelompok anak – anak abg bernyanyi bersama. Aku duduk sejenak dengan ibnu dan eric menikmati keramaian bersahabat ini, hanyut dalam kegembiraan warga kota madrid, sambil menikmati makan malam sederhana kami: sebuah roti dan apel yang tadi kami beli di supermarket kecil. 

Aku mulai merasakan sedikit perbedaan antara orang eropa utara dan selatan walau baru satu hari di kota ini: keramahan dan keterbukaan warga madrid, sapaan hangat dan senyum dijalan, bahkan pada orang asing berwajah asia sepertiku.. atau memang bisa jadi memang seluruh kota terkena euphoria kegembiraan menyambut natal, sehingga senyum bahagia bersahat bersemi diseluruh pojok kota bahkan ditengah musim dingin seperti ni, entahlah..yang pasti aku begitu menikmati suasana hanyut dalam keramaian masyarakat lokal seperti ini, dibandingkan hanya berpose didepan bangunan atau patung – patung besar.
 
Dari kiri ke kanan:
1. Hiasan di jalanan kota Madrid menyambut natal
2. Polisi yang berjaga - jaga  menjelang parade protes damai petugas pemadam kebakaran

Lelah dan mengantuk, kami tiba di hostel lagi pukul 10 malam, langsung bebersih dan istirahat. Esok hari kami harus bergegas kembali ke Madrid – Barajas Aeropurto pukul 6, melanjutkan perjalanan into another unknown, memasuki Portugal dan kota pertamanya, Porto.

Al - Kahfi
Stockholm, January 10, 2011

Foto - foto lain di Madrid: